Langsung ke konten utama

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL SEBAGAI PERAWAT KEBHINEKAAN


INDONESIA DAN KONDISI KEKINIAN
Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam kebudayaan. Sebagai negara yang memiliki beragam kebudayaan (multikultural),  pluralitas tentu menjadi hal yang tidak terbantahkan.  Dalam kehidupannya, sudah menjadi harga mutlak bahwa bangsa Indonesia akan berhadapan dengan beraneka kepentingan dan perbedaan; baik perbedaan suku, agama, warna kulit, ras, golongan dan aneka perbedaan lainnya. Kita sebagai satu kesatuan Negara Republik Indonesia, tentu mengharapkan agar di tengah segala perbedaan yang ada, kita dapat saling memahami, saling melengkapi dan saling mengisi satu dengan yang lainnya di bawah panji Bhineka Tunggal Ika.
Jika berkaca pada realita yang ada, kita dapat dengan mudah menemukan aneka persoalan dan masalah sosial yang dipicu hanya karena perbedaan-perbedaan tersebut. Heterogenitas yang adalah berkat dan kekayaan bangsa justru menjadi racun yang memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Tragedi Sampit (antara suku Dayak dan Madura), kasus Poso yang menyeret nama agama, kasus perkelahian antarsuku di beberapa belahan wilayah nusantara, aksi sweeping atribut natal oleh Ormas, rasisme, primodialisme, disintegrasi, fanatisme dangkal maupun isu SARA yang dewasa ini diperalat sebagai alat politik; adalah sedikit dari sekian banyak kasus yang lahir karena minimnya konsep multikulturalisme yang melekat pada para pelaku. Kasus-kasus seperti ini tentu berpotensi memecah belah semangat persatuan dan kesatuan bangsa.
Di tengah situasi seperti ini, apa yang bisa kita harapkan sebagai tali pemersatu yang dapat menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia?
Sejumlah diskursus menunjukkan bahwa beberapa persoalan seperti yang telah disebutkan di atas, lahir karena lemahnya kesadaran dan penghargaan atas perbedaan yang ada. Aneka persoalan tersebut hadir karena setiap masyarakat tidak memiliki kerendahatian dan keterbukaan untuk menerima keheterogenitasan yang ada. Di tengah situasi seperti ini, pendidikan multikulutal dipercaya mampu menjadi wadah pembetukan diri anggota masyarakat dalam menanggapi perbedaan.  Hawkins menegaskan bahwa pendidikan multikultural sangat efektif untuk meningkatkan kesadaran terhadap persamaan derajat (equality), sikap demokratis, toleransi dan rasionalitas antarbudaya. Hal ini senada dengan yang dikemukan oleh Payong, 2013 bahwa: kecerdasan kultural dapat memberikan kontribusi tertentu terutama bagi penyelesaian konflik kultural yang bernuansa etnis atau SARA. Konsep multikulturalisme yang melekat dalam diri tiap orang dipercaya mampu menjadi jembatan penghubung yang mampu merawat kebhinekaan. Dengan adanya pendidikan multikultural, diharapkan adanya kekenyalan dan kelenturan mental bangsa menghadapi benturan konflik sosial sehingga persatuan bangsa tidak mudah patah dan retak (Muslimin, 2012; 87).

HAKIKAT DAN TUJUAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Ketika kita berbicara tentang pendidikan multikultural, ada baiknya kita memahami dulu dua term utama yakni pendidikan dan multikulturalisme. Ada begitu banyak definisi dan kajian mengenai pendidikan. Secara singkat pendidikan kurang lebih dapat didefinisikan sebagai suatu usaha sadar yang dilakukan oleh manusia untuk memahami, mendalami dan mempelajari sesuatu yang berada di luar batas kemampuannya. Sebagai sebuah usaha sadar, pendidikan yang dilaksanakan oleh manusia selalu mengarah pada tiga aspek utama yakni: kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam rumusan yang lebih sederhana, pendidikan dijalankan guna membentuk manusia yang pintar/cerdas, baik (berkarakter) serta terampil. Pendidikan merupakan proses pengembangan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran, pelatihan, proses, perbuatan dan cara-cara yang mendidik (Ibrahim, 2013: 15)Pendidikan adalah sesuatu yang membebaskan manusia dari kukungan dan keterbelakangannya. Pendidikan dalam konteks ini menjadi semacam sebuah jembatan yang membawa manusia ke arah yang lebih baik.
Secara  etimologis  istilah  multikulturalisme  berasal dari bahasa Inggris yakni multiculturalism. Multi berarti “banyak”, culture berarti kultur/budaya, dan akhiran -isme yang berarti pandangan atau paham. Multikulturalisme merupakan sebuah paham yang menjunjung tinggi keberanekaragaman budaya. Secara eksplisit, definisi tersebut memberikan pengakuan  akan  martabat  manusia  yang  hidup  dalam  komunitasnya dengan kebudayaannya masing-masing.  Selain daripada itu multikulturalisme juga menunjuk pada kemajemukan budaya dan multikulturalisme mengacu pada sikap khas terhadap kemajemukan budaya tersebut (Ujan, dkk, 2011: 14). Ini berarti, multikulturalisme bukan hanya sekadar memberikan pengakuan dan menjunjung tinggi setiap perbedaan kultural yang ada, tetapi multikulturalisme juga merupakan sebuah paham, gerakan dan komitmen bersama untuk membangun komunitas masyarakat yang mampu hidup bersama di tengah kemajemukan yang ada.
Multikulturalisme dalam konteks pendidikan, ditekankan secara lebih mendalam dalam bentuk pendidikan multikultural. Pendidikan multikultural adalah sebuah usaha membuka diri para peserta didik terhadap heterogenitas budaya dan segala kemajemukan yang ada di dalamnya. Pendidikan berwawasan multikultural dapat diartikan sebagai suatu pendidikan yang mengapresiasi keragaman budaya sebagai realitas objektif dalam suatu kehidupan masyarakat. Pendidikan berwawasan multikultural adalah sebuah upaya untuk menanamkan konsep multikulutralisme pada para peserta didik. Dalam praktiknya, pendidikan berwawasan multikultural ingin mengeksplorasi perbedaan sebagai keniscayaan, dan menciptakan budaya akademik yang toleran dan inklusif Pendidikan multikultural seyogyanya berisikan tentang tema-tema mengenai toleransi, perbedaan ethno-cultural dan agama, bahaya dikriminasi, penyelesaian konflik dan mediasi, hak asasi manusia, demokratisasi, pluralitas, kemanusiaan universal dan subyek-subyek lain yang relevan (Arifudin, 2007:3).

Adapun beberapa tujuan dan manfaat pelaksanaan pendidikan multikultural ialah: (1) Perkembangan kepribadian, (2) meningkatkan   kepekaan dalam memahami orang lain, (3) meningkatan kompetensi multikultural, (4) memahami latar belakang lahirnya pandangan klise yang memandang sebelah mata golongan lain dan menjauhi pandangan stereotipe serta mau menghargai semua orang tanpa memandang perbedaan yang ada, (5) memperkuat wawasan kebangsaan dan keIndonesiaan, dan (6) agar dapat hidup berdampingan secara damai.

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Implementasi atau pelaksanaan pendidikan multikultural merupakan suatu konsep yang tebilang kompleks. Dikatakan sebagai sesuatu yang kompleks karena dalam pelaksanaannya, pelaksanaan kegiatan pendidikan ini memerlukan kontribusi dan sumbangsih dari semua pihak. Pendidikan multikultural tidak boleh dipandang secara sederhana: hanya sebagai suatu kegiatan tatap muka di kelas. Ini berarti pendidikan multikultural tidak hanya terpaku pada kegiatan pembelajaran di sekolah, tetapi juga menuntut peran aktif orang tua/keluarga.
Implementasi pendidikan multikultural yang pertama ialah di dalam keluarga. Keluarga adalah rahim bagi pembentukan karakter anak. Karena itu sudah menjadi tugas dan kewajiban orang dalam meletakan fondasi dasar karakter seorang anak, terutama dalam kaitannya dengan wawasan multikulturalisme. Keluarga sedari dini seyogianya menanamkan sikap saling menghargai satu sama lain tanpa memandang perbedaan yang ada. Orang tua menjadi model bagi anak-anaknya dalam berprilaku. Karena itu, orang tua sebagai teladan sudah semestinya membangun sikap yang baik dalam berelasi tanpa memandang perbedaan suku, agama, ras maupun budaya yang ada. Apa yang ditampilkan orang tua kemudian akan menjadi nilai-nilai positif dalam diri anaknya. Pada tahap selanjutnya, (setiap) lingkungan keluarga yang baik akan berdampak pada kondisi sosial. Bila tiap keluarga berkomitmen membangun budaya mulkikuturalisme yang baik, maka pengaruhnya akan menyebar luas ke tataran lingkungan sosial.
Rahim yang kedua ialah lembaga pendidikan/sekolah.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 pasal 4 menjelaskan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak demokratis dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa. Dasar ini memberikan rambu bagi pelaksanaan pendidikan nasional yang bermuara pada nilai-nilai keagamaan, kultural dan kemjemukan bangsa. Dalam konteks dunia pendidikan di sekolah, implementasi pendidikan multikultural dapat dilakukan melui dua cara. Pertama, melalui mata pelajaran/mata kuliah Pendidikan Multikultural. Dalam hal ini, pemangku kebijakan (Kemendikbud) perlu memikirkan betapa pentingnya suatu mata pelajaran khusus yang membahas masalah-masalah multikultural. Dengan melihat fenomena sosial yang ada, dengan melihat nilai-nilai positif dari kehadiran pendidikan multikultural, maka kita mesti mengamini betapa pentingnya kehadiran mata pelajaran pendidikan multikultural di sekolah-sekolah. Para siswa perlu dididik terkait nilai-nilai budaya dan bagaimana belajar menerima pluralitas dalam ontes budaya sebagai suatu kekayaan, bukan sebagai sebuah ancaman.
Kedua, melalui kegiatan pembelajaran berbasis multikultural. Dalam hal ini, pengajaran nilai-nilai multikultural dilaksanakan dengan mengintegrasikannya dalam setiap mata pelajaran. Inilah salah satu poin yang menjadikan tugas guru menjadi lebih berat –padahal terkadang gajiya tidaklah seberapa,,ehhhh??-. Guru selaku pengajar, pembimbing dan pendidik dituntut untuk dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran yang berorientasi pada pembentukan karakter. Jika berkaca pada sistem pendidikan nasional yang berbasis karakter, tentu kedua hal ini dapat dipertautkan. Pendidikan multikultural tentu sangat sejalan dengan sistem pendidikan nasional yang berbasis karakter.  Dalam pembelajarannya, guru dapat menyelipkan nilai-nilai multikultural pada setiap peserta didiknya. Pendidikan multikultural adalah bagian dari proses pembentukan karakter peserta didik. Melalui penanaman karakter seperti sopan santun, terbuka, toleransi, mengharagai dan dengan rendah hati menerima setiap perbedaan yang ada, guru sudah menanamkan bentuk pendidikan multikultural pada para peserta didiknya.

Setelah melihat kondisi riil di tengah masyarakat Indonesia, setelah mendalami hakikat serta tujuan dan manfaat pendidikan multikultural, kita jadi menyadari perlunya menanamkan nilai multikulturalisme di tengah kemerosotan moral bangsa. Pendidikan multikultural menjadi semacam mata air segar di krisis kultural yang membawa kita pada ambang kehancuran. Sebuah krisis yang menyeret kita ke ambang batas kehancuran Bhineka Tunggal Ikha. Dalam pelaksanaannya, pendidikan multikultural akan dapat berjalan dengan baik bila terjalin kerja sama antarsemua pihak, baik orang tua, lingkungan, sekolah serta pemangku kebijakan. Pendidikan multirultural adalah PR kehidupan bagi semua pihak yang dipercaya mampu menjadi penyaring segala kasus sosial yang terlahir karena perbedaan kultur.


Kunjungi:


*Felixianus U. Lagur

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP St. Paulus Ruteng

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BAHASA MANGGARAI, DIMENSI KOSMOLOGIS DAN REDEFINISI DEFINISI BAHASA KBBI

(Sebuah Catatan Lepas Pebelajar Bahasa Indonesia) Felixianus Usdialan Lagur* PROLOG Demi TUHAN, saya juga tidak tahu apa yang saya tulis. Saya cuma berharap kiranya, pemilihan judul yang terbilang cirang dan legit semacam ini akan dapat dipahami setelah teman-teman selesai membaca tulisan ini. Sebetulnya saya sangat ingin membahasakan judulnya dalam bahasa yang sesederhana mungkin, tetapi saya tidak menemukan padanan kata yang cukup cocok untuk mewakili isi tulisan. Jadi mau tidak mau hajar kat tah. . . HAKIKAT BAHASA Bahasa, baik lisan, tulis maupun bahasa isyarat merupakan alat komunikasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahasa dikategorikan sebagai kata benda dan memiliki 2 definisi yakni: 1. Sistem lambang bunyi yg arbitrer, yg digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri; 2. percakapan (perkataan) yg baik; tingkah laku yg baik; sopan santun (KBBI offline versi 1.5.1). Beberapa definisi bahasa oleh pak...

Ni'ang

Kebahagiaan itu relatif. Setiap orang tentu mendefinisikan kebahagiaannya dengan caranya masing-masing. Saya tidak pernah membayangkan, ternyata menjadi orang tua membuat kami mendekonstruksi salah satu definisi bahagia kami. Seonggok tai ternyata bisa menggoncang arti kata bahagia dan menjadi sumber kebahagiaan yang tiada tara. Ceritanya, sudah 60-an jam putera kami Cino tidak BAB. Kami menduga, mungkin karena perubahan pola makan, berhubung sudah beberapa hari ia MPASI. Sebelumnya ia pernah mengalami hal yang sama, namun kali ini perasaan kami berbeda karena ia baru saja MPASI. Kami takut, jangan sampai kami memberinya pola makan yang salah. Jangan sampai tekstur dan komposisi makanan yang kami berikan tidak tepat. Pikiran kami kacau balau. Dalam sekejap, kehadiran tai di balik celana Cino menjelma menjadi kerinduan terbesar kami. Rasanya betapa rapuh kehidupan kami tanpa kehadirannya. Setiap jam, kami selalu meng- kuncur isi celana Cino untuk memastikan jangan-jangan ia sudah...

PAK POLISI, SETAN JALAN RAYA??

Tulisan ini terinspirasi dari sebuah pengalaman sederhana. Ceritanya berawal ketika di suatu siang saya mengendarakan sepeda motor ke kampus, seorang anak di kompleks saya bernyanyi dengan semangat dan penuh penghayatan. Saya pun tak sengaja menangkap sedikit penggalan lirik yang dinyanyikannya, kurang lebih seperti ini: “Pramuka, pramuka raja rimba. . Marinir, marinir raja laut. . Kopauss, kopasus raja di udara. . PAK POLISI, SETAN JALAN RAYA. .” Tentu mayoritas orang sangat mengenal lagu ini; dan bisa dibilang lagu ini merupakan salah satu lagu anak yang hampir-hampir tak lekang oleh zaman. Kita yang sewaktu kecil mengikuti kegiatan pramuka tentu akrab dengan lagu ini, kita pasti dapat menyanyikan tiap baris dan bait liriknya dengan baik; kalaupun tidak terlibat dalam kegiatan pramuka, saya yakin paling tidak kita pernah mendengarnya. Yang membuat saya merasa tertarik ialah   penggalan lirik pada bagian terakhir yang berbunyi “PAK POLISI, SETAN JALAN RAYA. .” ...