Catatan ini
merupakan hasil olahan dari status FB saya pada tanggal 20 Maret 2020.Ini
catatan yang panjang sekali.Ini hasil refleksi perjalanan saya ke salah satu
TPK.
Malam ini, 19;00 saya pulang dalam
keadaan lusuh dan compang camping macam baju yang raki rekut. Raki rekut yah
itu: berantakkan dan mengkerut. Muka mengkerut, maklum perjalanan yang panjang
di hari ini merengut banyak stamina. Kalau saja tadi di jalan ada yang jual
Fatigon Spirit, saya pasti beli biar saya bisa “ROSO!” lagi macam orang-orang
di iklan. Ehhh,,
ngomong-ngomong Roso-nya Mbah Marijan itu iklan Kuku Bima Energi ii bukan
Fatigon Spirit!? ^_^
Ceritanya, kami, Divisi Manggarai Timur
KSP Kopkardios baru saja pulang dari kegiatan pelayanan bulanan anggota di TPK
Nanga Lanang dan Lidi. Biasanya, pelayanan di TPK Nanga Lanang dan Lidi
dilaksanakan setiap tanggal 24 dalam bulan. Berhubung tanggal 25 Maret 2020
akan dilaksanakan RAT Pusat, maka pelayananan di Lidi dan Nanga Lanang
dimajukan ke hari ini.
Letih dan lelah saya hilang ketika saya
sampai di rumah. Senyum orang-orang yang saya cintai menghapus peluh setelah
seharian bertarung dengan medan rasa jengkel Manggarai Timur. Rumah dan senyum orang-orang
tersayang merupakan palung ternyaman bagi insan-insan yang lelah menapaki hari.
Palung ternyaman itulah yang membuat kita selalu merindukan pulang; dan selalu
ingin secepatnya pulang. Mereka bilang: There's
no place like home. Saya setuju sekali dengan itu kalimat.
Seperti biasa, kopi yang saya teguk
rasanya nikmat sekali. Beberapa gelas kopi yang saya kecap di warung-warung
kopi atau di kafe-kafe terbaik kota Ruteng rasanya tidak pernah senikmat kopi
rumah. Mungkin karena kopi di rumah diputar dengan penuh cinta. Itu perasaan yang selalu saya rasa. Kopi secara
perlahan mengembalikan potongan jiwa saya yang hilang. Pecahan-pecahan jiwa
seperti kembali menyatu seiring laju kecapan kopi. Pelan-pelan saya merasa
nyawa saya kembali terkumpul. Setelah ritual minum kopi selesai, saya rasa diri
macam Naruto dalam mode sanin.
Oiaa, omong-omong soal Nanga Lanang;
saya selalu menyukai TPK dan anggota di TPK ini, sama seperti saya menyukai
setiap TPK dan anggota TPK lain tempat kami bertugas. Meski tipografi jalan
masuk ke Nanga Lanang sangat ekstrim: berlubang dan rusak parah; senyum ramah
orang-orang Nanga Lanang seperti menghapus lelah dan peluh perjalanan kami.
Saya selalu mencintai orang-orang ini. Mereka adalah saudara dan saudari saya
dari ibu yang berbeda; mereka adalah ibu,
ayah, inang,
amang, dan ase kae
saya dalam versi yang berbeda. Sebagai anggota, mereka adalah pemilik lembaga
yang menjadi raja dan ratu kami. Karenanya sudah menjadi keharusan bagi kami
selaku staf untuk melayani setiap anggota dengan service excellent. Itu yang saya pahami dan saya jiwai.
Untuk sampai ke lokasi pelayanan, kami
harus melewati jalan yang hancur mati punya. Kami juga harus mengendarai
kendaraan kami melewati sungai. Di Nanga Lanang ada sungai, namun tidak ada
jembatannya. Jembatannya sudah rusak; mungkin sudah sangat lama hanyut terbawa
arus; dan sudah sangat lama tidak diperbaiki. Yang jelas betapa susahnya
aksibilitas dan mobilitas orang-orang di tempat ini. Yah, semoga bisa segera
diperbaiki; kasian orang-orang di sana. Mereka juga bayar pajak toh!? Mereka
juga bagian dari sesuatu yang kita sebut Indonesia. Mereka berhak mendapat pelayanan dan infrastruktur
yang sama dengan yang lain.
Setiap kali melewati medan ini dan medan
ke Elar, dalam hati kecil saya selalu berterima kasih kepada mobil yang sudah
dengan susah payah membantu kami melewati medan-medan ekstrim ini. Meskipun
mobil hanyalah benda mati, saya percaya setiap mesin termasuk mobil dan saya
punya motor Supra Fit dari zaman SMA punya jiwa. Itu yang saya percayai. Kalau
Anda tidak setuju, tidak masalah. Kan itu yang saya percayai. Tidak perlu
memperdebatkan kepercayaan seperti itu imam-imam bangsat yang tidak berguna di tv. Kalau mau
percaya, yah percaya; dan kalau tidak mau percaya yah sudah toh. Kepercayaaan sifatnya begitu, sesederhana itu.
Perjalanan hari ini menyenangkan, karena
selama perjalanan Pa Kadiv a.k.a Kae Trisno
memainkan lagu-lagu Padi. Saya suka sekali dengan Padi. Menurut saya ini salah
band terbaik di Indonesia. Liriknya puitis sekali. Setiap lini juga diisi oleh
bakat-bakat terbaik. Perkawinan lirik dan bakat terbaik ini melahirkan alunan
yang memanjakan telinga. Dulu, kalo mete kerja tugas atau utak-atik artikel,
saya biasa dengar mereka punya lagu. Kalo jalan jauh juga saya dengar mereka
punya lagu. Bagi saya mendengarkan musik yang kita suka bisa buat mood lebih
baik, bisa buat lebih semangat,
dan kita juga jadi lebih enjoy. Pas masih aktif sebagai anak band kampus, tiap
kali perfom, saya selalu mengusulkan lagunya Padi kalo ada teman yang tanya mau
bawa lagu apa. Kalo lagi di panggung dan lagi main lagunya Padi, saya merasa
diri ganteng sekali pas buat diri macam Piyu Padi. Saya suka tutup mata pas
masuk ke bagian-bagian lagu yang menurut saya dalam dan menyentuh. Untuk
beberapa saat saya merasa diri macam Piyu tapi dengan skill-nya Stephen Santoso,
merasa diri bercahaya. Xixixi . Yah, walaupun sebetulnya saya tau pada
situasi-situasi semacam ini banyak orang mual-mual dan muak. Saya tidak peduli,
intinya saya nyaman dengan diri sendiri. Heheheh. . just kidd!
Tiba2 saya baper pas lagu Tempat Terakhir
dimainkan. Menurut saya, ini salah satu lagu dengan nuansa sastra yang tinggi.
Liriknya dalam. Rasanya mau sekali saya kirim bagian: “Meskipun aku di Surga
mungkin aku tak bahagia/ bahagiaku tak sempurna bila itu tanpamu./ Aku ingin
kau menjadi bidadariku di sana/ tempat terakhir melabuhkan hidup di keabadian.
.” ke satu ibu guru yang saya suka setengah mati. Ehhh,, apa lagi ini!? Kenapa
jadi curhat!?
Saat kami sampai di Wae Musur, kurang
lebih beberapa menit lagi sampai lokasi pelayanan TPK Nanga Lanang, sebuah truk
yang membawa meja dan kursi kandas di tengah sungai. Secara otomatis, kami
tidak dapat melanjutkan perjalanan kami. Itu oto macet pas di tengah-tengah
lagi, tidak ada jalan lain. Kasian anggota yang sudah lama menunggu, tapi apa
daya kasian juga si om sopir dan konjaknya (baca: kernek). Kami tidak bisa
paksa dia pindah dari itu jalan. Kan ini truk berat, tidak bisa kita pindah
dengan enteng macam meja dan kursi yang dia muat, kecuali kalo kita Superman,
Spiderman, atau Naruto dalam mode sanin.
Setelah sekian lama menunggu, tidak ada
tanda-tanda mobil tersebut akan pindah posisi. Superman, Spiderman, dan Naruto
juga tidak kunjung datang; sepertinya
mereka sedang sibuk menyelesaikan masalah dalam cerita lain.
Karena itu kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan kami dengan menggunakan
jasa ojek. Puji Tuhan ada dua om ojek yang mau antar kami ke tempat pelayanan.
Saya kagum,
satu om ojek pake motor vixion. Keren ini om e. Di medan yang sumpah mati macam
ini saya liat dia mirip Boy; sayangnya dia bonceng Kae Pepin yang jelas-jelas
tidak sama dengan Reva. Saya bonceng di om yang bawa motor Revo. Ini om juga keren, dia bawa motor di
medan jelek yang panasnya minta ampun tapi tidak pake sendal. Sumpah, cool ini
om. Mungkin dia ada jiwa Superman.
Pelayanan berlangsung dengan baik,
meskipun beberapa anggota tidak datang. Mama Mahdalena yang biasa bikin lucu
dan bikin hidup suasana tidak datang; Bapa Simeon dan Bapa Lukas juga tidak
datang. Beberapa anggota yang saya ingat wajahnya tapi saya lupa-lupa ingat
merekap nama (karena terlalu banyak dan saya belum hafal semua) yang juga
sering saya layani, juga tidak datang. Kan saya bukan Superman yang punya
kekuatan super untuk hafal semua mereka punya nama.
Para anggota sepertinya tidak dapat
info, padahal beberapa minggu lalu sudah kami infokan. Hari ini memang banyak
anggota yang hadir, tapi pelayanan di ini hari tidak serame pelayanan-pelayanan
sebelumnya. Hari ini kami cukup kewalahan; walaupun di bulan sebelum-sebelumnya
kami lebih dari cukup kewalahan. Selama melakukan pelayanan di Nanga Lanang,
saya mengetahui anggota di sini sangat aktif; tingkat partisipasinya tinggi.
Mereka sangat antusias dengan kehadiran koperasi. Mereka sepertinya sudah
merasakan hal baik bergabung dalam koperasi: yakni menolong dan ditolong sesama
anggota. Di koperasi kita saling menolong sesama dengan mengumpulkan modal
bersama yang kemudian dijadikan sebagai sumber pinjaman bagi orang yang sedang
membutuhkan. Begitu pun sebaliknya, pada saat kesusahan, kita diberikan pertolongan
oleh orang lain melalui pemberian pinjaman yang bersumber dari kumpulan modal
bersama. Dalam rumusan bakunya: kau susah saya bantu, saya susah kau bantu.
Bravo!
Seperti biasa, setelah melakukan
pelayanan, kami makan siang di pastoran Nanga Lanang. Kae Jo Stefilan dan
teman-teman di pastoran paroki selalu menerima kami dengan senyum yang ramah.
Luar biasa orang-orang ini; mereka seperti malaikat yang Tuhan kirim bagi kami.
Hehehe.. Su pasti, saya betah berada di tempat ini. Ada banyak cerita dan hal yang saya dapat.Saya
selalu ingin berbincang-bincang lebih lama dengan orang-orang ini, sayangnya
waktu selalu membatasi perjumpaan kami.
Saya bersyukur dan berterima kasih untuk
hari ini. Di hari ini, seperti di hari sebelum-sebelumnya, saya bertemu dan
dipertemukan dengan banyak hal, kisah, cerita, pengalaman, dan banyak
orang-orang baik. Akhir kata, saya cuma mau bilang: jangan lupa makan, jangan
lupa pake jeket, jangan lupa cuci tangan, jangan lupa sikat gigi, dan jangan
lupa berdoa. Saya tidak mau kau sakit! 😂😂😂
Komentar
Posting Komentar