Sejak tahun lalu, sebagai masyarakat Manggarai tentu kita tak asing lagi dengan ungkapan Ruteng sebagai kota molas. Dalam Bahasa Manggarai, molas berarti cantik, elok, rupawan, indah, menawan dan menarik. Dari arti harfiah ini, kita bisa mengetahui bahwa slogan kota molas adalah sebuah penegasan akan komitmen bersama untuk menata, memperelok, dan mempercantik perwajahan kota Ruteng. Melalui slogan kota molas, terbesit sebuah angan dan kerinduan segenap warga kota Ruteng untuk menjadikan kota Ruteng sebagai kota yang indah, bersih, rapi dan nyaman tentunya.
RUTENG YANG (MASIH) DONGKI
Saya
yakin, kita semua akan sepakat bahwa salah satu persoalan serius di kota Ruteng
ialah masalah sampah. Sampah Ruteng seperti halnya di kota-kota lainnya, masih
menjadi sebuah persoalan yang belum sepenuhnya tuntas. Hal ini dapat dengan
mudah kita temui bila sesekali kita meluangkan waktu untuk berjalan-jalan di
seputaran kota Ruteng. Di setiap sudut-sudut kota, masih dengan mudah dapat
kita temukan tumpukan sampah ataupun sampah yanng berserakan. Kehadiran
sampah-sampah ini, selain dapat mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit juga
bisa menjadi faktor yang memperburuk perwajahan kota Ruteng. Keberadaan
sampah-sampah inilah yang menghilangkan citra dan nama baik kota Ruteng sebagai
kota molas dan perlahan-lahan
melahirkan sebuah ejekan baru, Ruteng sebagai kota dongki. Dongki merupakan
lawan makna dari molas. Dongki dalam
Bahasa Manggarai berarti buruk, jelek dan tak sedap dipandang.
Dengan
berkaca pada kenyataan yang ada, saya berpikir mau tidak mau, suka tidak suka, kita
pada akhirnya jadi setuju dengan plesetan semacam ini. Di beberapa lokasi
sentral kota Ruteng seperti pasar dan pertokoan misalnya, sampah masih
berserakan dan sungguh amat mengganggu pemandangan. Pasar Inpres yang berada di
sentral arus ekonomi masyarakat Ruteng bisa dikatakan sebagai salah satu lahan
kumuh di kota Ruteng. Bahkan Kelurahan Pitak yang berada di jantung kota
Rutengpun, beberapa waktu lalu menyandang predikat sebagai kelurahan kumuh. Sungguh
sebuah gambaran yang ironi.
SOSIALISASI, KESADARAN DAN AKSI
NYATA
Seperti
yang selalu kita dengar dalam berbagai kajian dan diskusi, kesadaran masyarakat
merupakan salah satu kunci utama dalam upaya penanganan masalah sampah kota
Ruteng. Kesadaran akan pentingnya budaya bersih, pengetahuan akan berbagai
penyakit akibat sampah ataupun permasalahan lain yang dapat muncul karena
sampah merupakan hal-hal yang perlu disosialisasikan pada masyarakat umum.
Kesadaran dan pemahaman masyarakat kota Ruteng masih harus digugah untuk
meminimalisir tindak pembuangan sampah di sembarang tempat. Pemberian
pengetahuan akan budaya bersih juga hendaknya tidak hanya dicanangkan melalui
sosialisasi semata, tetapi juga melalui kerja dan aksi nyata di lapangan. Secara
pribadi, penulis memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya pada berbagai komunitas
yang memberikan perhatian pada masalah sampah yang tertuang dalam aksi nyata
dengan giat mengadakan bakti sosial di berbagai lokasi. Apresiasi juga penulis
berikan pada komunitas mahasiswa yang selalu aktif dalam kegiatan pengabdian
masyarakatnya dengan giat menyuarakan serta mengadakan berbagai kegiatan bakti
sosial di berbagai sudut kota Ruteng. Apresiasi juga layak disematkan pada
komunitas bank sampah dan Mapala (Mahasiswa Pecinta Alam) yang mampu meracik
dan mengolah sampah menjadi sesuatu yang berguna, serta untuk semua gerakan dan
komunitas lain yang giat memberantas sampah kota Ruteng, yang tak sempat
penulis jabarkan satu persatu. Dalam kacamata penulis, penulis melihat aksi
nyata oleh komunitas-komunitas dan gerakan semacam ini adalah bentuk
sosialisasi yang lebih baik dan lebih efektif, karena mampu menggugah dan
mengubah pemahaman masyarakat secara langsung. Aksi nyata merupakan jenis
sosialisasi terbaik. Melalui aksi nyata, masyarakat tidak hanya disuguhkan dengan
ajakan yang serba verbalistis, tetapi juga gerakan dan aksi nyata yang mampu
meningkatkan semangat dan cinta lingkungan. Toing
le toming; melalui gerakan dan komunitas-komunitas ini, masyarakat secara
umum mendapatkan pembelajaran berharga melalui contoh yang baik, karena
pembelajaran terbaik ialah pembelajaran yang diajarkan tidak hanya melalui kata-kata
semata tetapi juga melalui contoh (hidup) yang baik.
PEMBERDAYAAN FASILITAS
Sesungguhnya,
sosialisasi dan penyadaran hanya akan menjadi sesuatu yang sia-sia bila dalam
pelaksanaannya proyek Ruteng kota molas tidak
didukung dengan keberadaan sarana dan fasilitas yang memadai. Dalam hal ini,
sarana dan fasilitas tersebut seperti mobil pengangkut sampah dan tempat-tempat
sampah. Sejauh pengamatan penulis, jumlah box
sampah (atau apalah istilah teknisnya) di kota Ruteng tidaklah seberapa bila
dibandingkan dengan jumlah masyarakat. Posisi penempatan box sampah pun tidak begitu strategis, terkadang juga sulit
dijangkau oleh masyarakat. Di kelurahan Tenda misalnya, penempatan box sampah sebetulnya sudah strategis yakni
di depan Hotel Rima. Dengan menganalogikan jalan lintas flores sebagai titik
acuannya, posisi ini bisa dikatakan strategis karena jalur ini merupakan jalur
ramai dan bisa dibilang sebagai “titik tengah” masyarakat Tenda yang berada di
sebelah utara jalan lintas flores maupun yang berada di sebelah selatan jalan
lintas flores. Pertanyaannya apakah penempatan box tersebut sudah efektif dan
efisien bagi masyarakat Tenda? Saya rasa tidak. Saya tidak bisa membayangkan
betapa malasnya (sebagian) masyarakat dari Kampung Tenda atau masyarakat dari
seputaran Cuncalawar untuk mengangkut sampahnya menuju box ini, apalagi untuk mereka yang tidak memiliki kendaraan
bermotor. Demikianpun halnya untuk wilayah pertokoaan ataupun wilayah pasar
yang paling kumuh, penempatan dan jumlah box-box sampah sebetulnya belumlah efektif
dan efisien. Karena itu, penulis melihat perlunya penambahan jumlah box sampah/tempat sampah di berbagai
titik di kota Ruteng. Mau tidak mau, salah satu langkah untuk meningkatkan
citra Ruteng sebagai kota molas, pemerintah
dalam hal ini lembaga legislatif dan BLHD sebaiknya menganggarkan dana lebih
untuk pengadaan tempat-tempat sampah yang nantinya akan ditempatkan di berbagai
titik sehingga lebih mudah dijangkau oleh berbagai lapisan masyarakat.
Keberadaan box/tempat-tempat sampah
di lokasi yang makin dekat dengan lingkungan hidup masyarakat akan menjadikan
masyarakat lebih mudah membuang sampah-sampahnya. Demikianpun halnya dengan
pengadaan truk pengangkut sampah untuk mempermudah dan mempercepat mobilitas
sampah ke TPA agar tidak terjadi penumpukan di dalam wilayah kota Ruteng.
Peningkatan kwantitas dan kwalitas truk pengangkut sampah tentu amat membantu
mobilitas sampah dari dalam kota ke TPA.
Misi
Ruteng sebagai kota molas ialah
sebuah misi mulia yang amat memerlukan perhatian dan keterlibatan semua pihak.
Oleh karena itu perlu ada rasa memiliki dan perlu ada kerja sama antarsemua
pihak baik pemerintah dan masyarakat demi memper-molas kita punya Ruteng. Mari merawat Ruteng, karena ini Rutengnya
kita!
Tulisannya.. Pass Mantap.
BalasHapusTerima kasih sudah membaca.
HapusSalam literasi.
Ada nomer kontak mapala di ruteng kah ?
BalasHapusTidak ada, Teman.
Hapus