Langsung ke konten utama

PANDE LATA


Pitak, 6 Mei 2017 20:03
“Pande lata” merupakan sebuah frase yang (masih) dekat dengan kehidupan masyarakat Manggarai. “Pande lata” secara morfologis dibentuk oleh tiga bentuk dasar yakni pande, le dan ata. Pande berarti buat, le berarti oleh dan ata berarti orang. Jadi pande le ata atau pande lata kurang lebih berarti: buat oleh orang (lain). Dalam proses berkomunikasi frase pande le ata, fonem e pada bentuk le mengalami peluruhan bunyi sehingga menjadi pande lata. Ini suatu gejala bahasa yang biasa. Apa sudah namanya? Saya lupa-lupa ingat istilahnya dalam imu bahasa ee. 
Beberapa waktu terakhir, frase ini muncul kembali di kalangan anak-anak muda. Mereka mengungkapkannya sebagai bagian dari candaan ringan mereka; mereka akan menggunakannya dalam konteks untuk mengejek teman. Jadi kau kalo ada tingkah yang aneh2, orang akan mengejek dan bilang: pande lata ata ho‼ Dalam kacamata sosiolinguistik, ungkapan ataupun istilah seperti ini lumrah adanya. Tidak ada yang salah dengan ungkapan semacam ini. Istilah ini dalam perspektif sosiologi bahasa menunjukkan unsur kedekatan antara komunikator dan komunikan. Istilah atau ungkapan semacam ini adalah gambaran kedekatan antara si penyampai pesan dan penerima pesan. Makin besar frekwensi ungkapan semacam ini digunakan maka semakin erat ikatan emosional antara si komunikator dan komunikan. (Haee,, sok penjelasan panjang lebar, macam ahli saja‼)
Dalam konteks masyarakat Manggarai, hal-hal berbau mistis merupakan sesuatu yang masih dianggap lumrah. Orang Manggarai mengenal dan mengamini adanya realitas-realitas tak kasat mata. Realitas-realitas tersebut seperti udara: tidak kelihatan tetapi dapat dirasakan keberadaannya. Ata mbeko (dukun), wo’e (jin), wera (apa terjemahannya?), poti wolo (bingung saya deskripsikan ini spesies), ine weu (setan aneh dengan payudara panjang!?), konsep naga tana (semacam roh pelindung rumah/desa), api katu (api kiriman untuk menghanguskan materi/orang) janto (sihir jahat untuk menghancurkan orang lain), pande lata (nanti saya jelaskan) ataupun hal-hal mistis lainnya merupakan sesuatu yang nyata meskipun seringkali tak terlihat dan tentu saja tak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh ilmu pengerahuan dan akal pikiran manusia. Maaf saya kesulitan mendeskripsikan ini istilah-istilah. Aneh bail varian poti dite! Pokoknya kalian paksa mengerti saja!
Kembali pada poin utama yang ingin saya bahas, “pande lata”. Istilah ini dekat dengan istilah janto tadi, semacam ada benang merahnya begitu. Istilah ini merujuk pada sebuah kondisi di mana orang mengalami suatu gangguan, musibah, bencana, sial, mala petaka, kegagalan atau hal-hal buruk lain yang tidak diinginkan. Momen “pande lata” terjadi melalui banyak media, bisa melalui buru da’at (angin jahat). Mereka mengangap, hal tersebut terjadi karena adanya peran pihak ketiga yang menghendaki kejadian buruk tersebut terjadi pada subyek dalam konteks “pande lata” tersebut. “Pande lata” terjadi karena adanya dendam, iri hati maupun kebencian mendalam. Dalam proses terjadinya momen pande lata, pihak ketiga yang dimaksudkan tadi mengikutsertakan peran ata mbeko. Contohnya konkretnya begini: si A itu pengusaha kios yang kaya dan sukses. Lalu ada dia punya tetangga yang juga pengusaha kios kalah bersaing sehingga dia sakit hati dan iri dengan om A. Lalu karena sedikit konflik yang terkadang tidak terlalu bagaimana sekali, si tetangga akan menggunakan jasa si ata mbeko untuk menjatuhkan usaha si A. Si A kemudian percaya atau tidak akan mengalami kegagalan demi kegagalan, bahkan bisa bangkrut. (Macam film-film). Kurang lebih begitu sudah contoh kronologisnya momen pande lata.
Sebelum saya melanjutkan saya punya joak, saya mau tekankan bahwa saya percaya dengan hal-hal mistis di atas. Saya percaya 100 % meskipun pendasarannya belum bisa dijelaskan secara logis. Intinya pengalaman dan apa yang saya lalui dalam hidup buat saya mengambil sebuah kesimpulan bahwa saya percaya. Mau ikut percaya atau tidak, ini soal selera. Selera itu satu-satunya hal di dunia yang tidak bisa diperdebatkan. Toh selain itu, saya kita kita sepakat, tidak semua hal bisa dijelaskan dengan ilmu pengetahuan.
Saya melihat, ada semacam sebuah kecendrungan kolektif di tengah masyarakat (supaya tidak menyebut diri sendiri, ed) untuk mengkambinghitamkan orang lain di luar dirinya dengan menggunakan frase “pande lata”. Ayolah, coba lebih realistis dan banyak-banyak melihat ke dalam diri. Anda mungkin pernah mendengar: (1.) Kes, toe danga semangat kuliah aku ge. Pasti pande lata! Manga ata nanang pande pa’u akun‼ (2.) Co’o tara nenggo’on anak koe ho, am manga lage rewos datan‼ Orang tak jarang menyalahkan keadaannya dengan nomina “pande lata”. Orang tak lelah memperlemah alibi orang lain dengan verba “pande lata”. “Pande lata” menjadi semacam mekanisme pertahanan diri terakhir yang tentu saja akan mengundang suatu pertanyaan baru: liong? (Oleh siapa?) Dari sini akan lahir asumsi2 baru yang destruktif yang makin memperpanjang jalannya cerita seputar frase "pande lata"Jika ada anak malas sekolah, malas kuliah, anak yang terlalu nakal, anak putus kuliah, rejeki hidup yang tidak kunjung berubah, hidup yang tidak kunjung kaya, hidup banyak tantangan, hamil dan menghamili di luar nikah, ataupun masalah-masalah lainnya, orang cendrung menganggapnya sebagai bagian dari momen pande lata. Yang benar saja kalian ini? Buat pernyataan seolah-olah kalian penting dan anggap orang lain selalu siap tekel kalian punya hidup. Seolah-olah orang lain tidak ada kerjaan lain dan sibuk keker kalian punya hidup. Emang situ artis?Ingat: dunia masih bisa berputar selama kau ada atau tidak. Stop merasa diri sebagai pusat dan sasarannya orang lain. Ayolah teman, perdebatan tentang “pusat” cukup sampai pada geosentris dan heliosentris. Kematian Galileo Galilei sudah cukup tragis teman, jangan membuka babak baru dengan mosi gue-sentris.
Memang, beberapa di antaranya bisa saja benar, apalagi ada sebuah fenomena di tengah masyarakat Manggarai yang cenderung: senang melihat orang sudah dan susah melihat orang senang. Saya berpikir, dua poin tersebut terlalu naif untuk kita jadikan sebagai premis untuk menghakimi dan mengkambinghitamkan orang lain atas apa yang terjadi dengan kita punya hidup. Kalau memang hidup tidak kunjung berubah, coba ngaca dulu: masih giat dan rajin tidak? Jangan-jangan kau masih susah untuk bangun dan cari peluang. Kalau nilai masih jelek dan kuliah masih tidak semangat, coba ngaca; mungkin karena kau kurang baca dan kurang motivasi, seperti tidak punya timi misalnya (hallaa baper). Iya toh?? Atau dalam hipotesis “pande lata” yang paling akut nan konyol, ada juga orang yang menganggap bahwa status dan jabatan kejombloannya awet karena pengaruh doa mantan yang selalu mendaraskannya dalam pujian malam sebelum tidur. Adohh,, please tolonglah. Ini bukan film. Ini zaman kontemporer, jangan terlalu terbawa pengaruh epos ataupun hikayat yang diwariskan secara lisan. Terkadang pencerita epos dan hikayat terlalu lebay; dalam sastra itu hukum wajar yang dapat diterima untuk menambah kedramatisan cerita. Moderen ho ge! Cobalah lebih realistis: zaman kontemporer terlalu keras bagi setiap individu untuk menyibukan dirinya dengan kesibukan orang lain! Jangan menciptakan HOAX di tengah HOAX yang bertebaran.
Poin yang mau saya sampaikan di sini, jangan buat seolah-olah orang lain terlalu sibuk dengan kau punya kehidupan. Jangan cenderung mengkambinghitamkan orang lain (yang tidak berdosa) atas apa yang terjadi dengan kau punya hidup. Kau punya hidup kau yang tentukan. Kalau boleh saya mengutip pernyataannya Bapak Nikolaus Budiman dosen Manajemen Berbasis Sekolah, dia bilang: biasanya pande lata terjadi bila 3 faktor berikut melekat dalam diri anda. Pertama, anda kaya. Kedua, anda pintar. Ketiga, anda cantik/ganteng. Jika ketiga hal tersebut (atau minimal satu dari ketiganya) tidak ada dalam Anda punya hidup, kesa tolong kesa ubah sudah! Jangan cendrung menyalahkan orang lain. Atau bagaimana?

Komentar

  1. Kesa suadis daat apa ho,,, asa pand lata kole hy temand...

    BalasHapus
  2. Hahaha... "pande lata" memang cocok untuk dijadikan pengungsian.
    Bagi mereka yang tidak mengenal diri...

    BalasHapus
    Balasan
    1. do ata iri agu ite e lekes.. bersiap2 kole kraeng. . hehe

      Hapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BAHASA MANGGARAI, DIMENSI KOSMOLOGIS DAN REDEFINISI DEFINISI BAHASA KBBI

(Sebuah Catatan Lepas Pebelajar Bahasa Indonesia) Felixianus Usdialan Lagur* PROLOG Demi TUHAN, saya juga tidak tahu apa yang saya tulis. Saya cuma berharap kiranya, pemilihan judul yang terbilang cirang dan legit semacam ini akan dapat dipahami setelah teman-teman selesai membaca tulisan ini. Sebetulnya saya sangat ingin membahasakan judulnya dalam bahasa yang sesederhana mungkin, tetapi saya tidak menemukan padanan kata yang cukup cocok untuk mewakili isi tulisan. Jadi mau tidak mau hajar kat tah. . . HAKIKAT BAHASA Bahasa, baik lisan, tulis maupun bahasa isyarat merupakan alat komunikasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahasa dikategorikan sebagai kata benda dan memiliki 2 definisi yakni: 1. Sistem lambang bunyi yg arbitrer, yg digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri; 2. percakapan (perkataan) yg baik; tingkah laku yg baik; sopan santun (KBBI offline versi 1.5.1). Beberapa definisi bahasa oleh pak...

Ni'ang

Kebahagiaan itu relatif. Setiap orang tentu mendefinisikan kebahagiaannya dengan caranya masing-masing. Saya tidak pernah membayangkan, ternyata menjadi orang tua membuat kami mendekonstruksi salah satu definisi bahagia kami. Seonggok tai ternyata bisa menggoncang arti kata bahagia dan menjadi sumber kebahagiaan yang tiada tara. Ceritanya, sudah 60-an jam putera kami Cino tidak BAB. Kami menduga, mungkin karena perubahan pola makan, berhubung sudah beberapa hari ia MPASI. Sebelumnya ia pernah mengalami hal yang sama, namun kali ini perasaan kami berbeda karena ia baru saja MPASI. Kami takut, jangan sampai kami memberinya pola makan yang salah. Jangan sampai tekstur dan komposisi makanan yang kami berikan tidak tepat. Pikiran kami kacau balau. Dalam sekejap, kehadiran tai di balik celana Cino menjelma menjadi kerinduan terbesar kami. Rasanya betapa rapuh kehidupan kami tanpa kehadirannya. Setiap jam, kami selalu meng- kuncur isi celana Cino untuk memastikan jangan-jangan ia sudah...

PAK POLISI, SETAN JALAN RAYA??

Tulisan ini terinspirasi dari sebuah pengalaman sederhana. Ceritanya berawal ketika di suatu siang saya mengendarakan sepeda motor ke kampus, seorang anak di kompleks saya bernyanyi dengan semangat dan penuh penghayatan. Saya pun tak sengaja menangkap sedikit penggalan lirik yang dinyanyikannya, kurang lebih seperti ini: “Pramuka, pramuka raja rimba. . Marinir, marinir raja laut. . Kopauss, kopasus raja di udara. . PAK POLISI, SETAN JALAN RAYA. .” Tentu mayoritas orang sangat mengenal lagu ini; dan bisa dibilang lagu ini merupakan salah satu lagu anak yang hampir-hampir tak lekang oleh zaman. Kita yang sewaktu kecil mengikuti kegiatan pramuka tentu akrab dengan lagu ini, kita pasti dapat menyanyikan tiap baris dan bait liriknya dengan baik; kalaupun tidak terlibat dalam kegiatan pramuka, saya yakin paling tidak kita pernah mendengarnya. Yang membuat saya merasa tertarik ialah   penggalan lirik pada bagian terakhir yang berbunyi “PAK POLISI, SETAN JALAN RAYA. .” ...