Langsung ke konten utama

Estadio Golo Dukal; Riwayatmu Kini


Dalam konteks sepakbola Eropa, stadion adalah bagian terpenting yang dapat menjadi ikon dan ciri khas suatu wilayah. Selain sebagai tempat pertandigan sepakbola (ataupun keperluan lainnya) stadion juga merupakan identitas yang menggambarkan eksistensi dan keberadaan suatu wilayah. Stadion tidak hanya dipandang sebagai sebuah tempat para bintang lapangan hijau beradu taktik, tetapi lebih jauh dari itu stadion adalah simbol kemegahan dan kebesaran peradaban sebuah wilayah. Bahkan di Brazil yang dikenal sebagai negara sepakbola, stadion dipandang sebagai gereja yang sakral dan mistis.
Berbicara mengenai industi dan berbagai tetek bengeknya dunia sepakbola, stadion adalah asal mula segala cerita dan kebesaran. Dari tempat bernama stadion ini, kita mengenal nama-nama masyur semisal Maradona, Ronaldhino, Beckham, Messi, Gerrard, Ronaldo dan lain sebagainya. Stadion adalah sebuah panggung pertunjukan seni sepakbola yang menjadi hidup dan penghidupan bagi para penggiat si kulit bundar. Dunia sepakbola adalah dunia yang cukup menyerap banyak tenaga kerja dan bertalian dengan beaneka industri lainnya. Lihat saja para penjaga stadion, perusahaan sepatu bola, majalah sepakbola, siaran/chanel sepakbola, pakaian sepakbola dan sekolah sepakbola adalah sedikit dari sekian banyak contoh yang menggambarkan sepakbola tidak hanya sebagai sebuah permainan ataupun hiburan tetapi juga sebagai sebuah industri. Keseluruhan industri ini kemudian dipentaskan pada satu panggung utama yakni stadion. Karena keberadaannya yang begitu esensial, tidaklah mengherankan bila klub-klub sepakbola tanah Britania maupun di negara-negara Eropa lainnya berlomba-lomba dan rela menggelontorkan dana fantastis demi mempercantik stadion mereka.
Ironisme Stadion Golo Dukal Manggarai
Stadion Golo Dukal yang terletak di Kelurahan Bangka Leda merupakan salah satu karya arsitektur yang (pernah) menjadi kebanggaan masyarakat Manggarai. Stadion berkapasitas kurang lebih 10.000 penonton ini dibangun pada masa kepemimpinan kapten Anton Bagul. Kecintaan beliau pada dunia sepakbola membuatnya nekat menghamburkan dana fantastis demi terwujudnya proyek stadion ini. Tujuannya jelas: menghidupkan dunia sepakbola Manggarai, juga sebagai sebuah tempat hiburan bagi masyarakat Manggarai. Pemilihan lokasinya pun bukan tanpa pertimbangan: untuk memperbaiki ekonomi masyarakat di sekitar jalur masuk stadion. Selain itu, dengan stadion semegah ini diharapkan kompetesi lokal dapat berjalan dengan sehat; generasi muda dapat mewujudkan mimpinya; barangkali juga akan ditemukan bibit yang kemudian tercatat sebagai kraeng Manggarai pertama yang mengenakan kostum Timnas. Mimpi akan stadiopun terealisasi, bahkan stadion ini digadang-gadang sebagai stadion terbaik di NTT. Ajang besar semacam Pordafta bahkan pernah diselenggarakan di stadion ini. Tapi apa hendak dikata, nama dan kebesarannya kini hanya meninggalkan cerita. Gemuruh dan sorak sorai penonton seakan tenggelam di balik keheningan hutan hijau; barangkali hanya akan menyisahkan foklore bagi mereka yang datang di kemudian hari.
Jika kita menelusuri stadion ini, sebetulnya tempat ini lebih layak disebut sebagai bangunan tua, seperti sebuah peninggalan berusia ratusan tahun; padahal usianya tidak tua-tua amat. Wisma atlet yang bersanding di sampingnya pun (ikut) jadi bangunan mubasir. Keduanya kini hanya bisa menjadi wallpaper dunia maya anak muda.
Pada bagian halaman masuknya, kita akan akrab dengan pemandangan rumput liar, kerikil-kerikil, debu dan beberapa hewan ternak warga. Botol-botol sisa miras dapat dengan mudah ditemukan di lokasi ini. Jika melangkah lebih jauh, hampir-hampir tak ada daun pintu maupun kaca jendela yang tersisa. Aroma dan bau tak sedap mulai tercium.  Catnya mulai terkelupas dan berganti lumut; kini tak ada lagi kesan eksotis pada perwajahannya. Pada dinding-dinding ruang masuk maupun bilik ganti ganti pemain, terpahat kreasi tangan-tangan seniman picisan. Tulisan dan gambar-gambar berbau rasis, pornografi, caci maki dan aneka kreasi unik nan aneh lainnya menjadi pemandangan akrab. Terkadang saya menduga mungkin ini ekpresi kekesalah anak muda terhadap matinya dunia sepakbola Manggarai padahal infrastukrur semahal ini sudah dibangun. Situasi lain akan ditemukan pada panggung utama stadion. Rumputnya tak lagi terurus. Area utama stadion kini dijadikan lahan gestrek anak muda. Tidak sedikit yang menjadikannya sebagai lahan berlatih motor.
Kondisi stadion semacam ini menggambarkan kemalastauan pemerintah akan sesuatu yang telah dibangunnya dengan susah payah. Pemerintah menutup mata, massa pun masa bodoh dan tak punya rasa memiliki. Logikanya, manusia akan sangat begitu mencintai sesuatu yang didapatkannya dengan susah payah. Manusia akan cendrung memanfaatkan apa yang dibelinya dengan bayaran ‘wow’ dengan sebaik mungkin. Sayangnya hal semacam ini tidak terjadi pada stadion kesayangan kita. Sepakbola yang dulunya akrab dengan masyarakat kini menjelma menjadi sesuatu yang asing. Imbasnya nama Persim ikut menciut. Jujur, sewaktu kecil saya sedikit mengenal beberapa nama penggawa Persim semisal Walter Mbaut, Asril Yanto, Fabi Kasidi, dan lain sebagainya. Tapi kini, hampir tak ada nama yang dikenal masyarakat. Untunglah sesekali kerinduan masyarakat sedikit terobati dengan kehadiran turnamen-turnamen lokal masa HUT RI, natal dan paskah. Naif bila menyalahkan PSSI, toh manajemen kita yang bobrok; dunia kulit bundar kita telah lama menduka jauh sebelum PSSI keok. Jangan harap nama Persim dapat kembali bergaung selama stadion dan kompetesi diabaikan. Kesuksesan terlahir dari pembiasaan. Jangan mengharapkan pemain-pemain instan; pemain-pemain berkualitas terlahir dari sebuah kompetesi.
Ayolah Kraeng Penguasa. Perintahkan sersan-sersanmu dan benahi situasi ini. Buat mereka olahraga otak dan fisik, biar tidak cuma pangku tangan dan terima jatah bulanan. Selain itu, apa salahnya juga mempekerjakan lima atau enam orang sebagai perawatnya? Hitung-hitung untuk mengurangi lima orang Kepala Keluarga yang pengangguran di tanah Manggarai. Kalau saja dari dulu sudah ada sekian orang yang menjadi perawatnya, tentu kondisi miris pada stadion ini  takkan terjadi. Daripada uang kita harus (kembali) terbuang percuma seperti halnya pada peruntukan mobil-mobil dinas yang tak lama lagi akan diprivatisasi, ada baiknya bila digunakan lebih bijak untuk hal-hal semacam ini. Yah, saya percaya imbas dan efek dominonya akan lebih luas; akan menyentuh sektor-sektor yang lebih jauh.
Kalau nama si kulit bundar Manggarai tak lagi menjadi sesuatu yang akrab dan terhapus dari bahan cerita warung kopi, hendaknya 11 Miliar masih tetap berdiri kokoh dalam rupa Estadio Golo Dukal. Perbaiki, rawat dan cintailah stadion kita. Barangkali kompetesi akan kembali bergulir.
Kita merindukan semarak dan identitasnya terus terjaga‼

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BAHASA MANGGARAI, DIMENSI KOSMOLOGIS DAN REDEFINISI DEFINISI BAHASA KBBI

(Sebuah Catatan Lepas Pebelajar Bahasa Indonesia) Felixianus Usdialan Lagur* PROLOG Demi TUHAN, saya juga tidak tahu apa yang saya tulis. Saya cuma berharap kiranya, pemilihan judul yang terbilang cirang dan legit semacam ini akan dapat dipahami setelah teman-teman selesai membaca tulisan ini. Sebetulnya saya sangat ingin membahasakan judulnya dalam bahasa yang sesederhana mungkin, tetapi saya tidak menemukan padanan kata yang cukup cocok untuk mewakili isi tulisan. Jadi mau tidak mau hajar kat tah. . . HAKIKAT BAHASA Bahasa, baik lisan, tulis maupun bahasa isyarat merupakan alat komunikasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahasa dikategorikan sebagai kata benda dan memiliki 2 definisi yakni: 1. Sistem lambang bunyi yg arbitrer, yg digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri; 2. percakapan (perkataan) yg baik; tingkah laku yg baik; sopan santun (KBBI offline versi 1.5.1). Beberapa definisi bahasa oleh pak...

Ni'ang

Kebahagiaan itu relatif. Setiap orang tentu mendefinisikan kebahagiaannya dengan caranya masing-masing. Saya tidak pernah membayangkan, ternyata menjadi orang tua membuat kami mendekonstruksi salah satu definisi bahagia kami. Seonggok tai ternyata bisa menggoncang arti kata bahagia dan menjadi sumber kebahagiaan yang tiada tara. Ceritanya, sudah 60-an jam putera kami Cino tidak BAB. Kami menduga, mungkin karena perubahan pola makan, berhubung sudah beberapa hari ia MPASI. Sebelumnya ia pernah mengalami hal yang sama, namun kali ini perasaan kami berbeda karena ia baru saja MPASI. Kami takut, jangan sampai kami memberinya pola makan yang salah. Jangan sampai tekstur dan komposisi makanan yang kami berikan tidak tepat. Pikiran kami kacau balau. Dalam sekejap, kehadiran tai di balik celana Cino menjelma menjadi kerinduan terbesar kami. Rasanya betapa rapuh kehidupan kami tanpa kehadirannya. Setiap jam, kami selalu meng- kuncur isi celana Cino untuk memastikan jangan-jangan ia sudah...

PAK POLISI, SETAN JALAN RAYA??

Tulisan ini terinspirasi dari sebuah pengalaman sederhana. Ceritanya berawal ketika di suatu siang saya mengendarakan sepeda motor ke kampus, seorang anak di kompleks saya bernyanyi dengan semangat dan penuh penghayatan. Saya pun tak sengaja menangkap sedikit penggalan lirik yang dinyanyikannya, kurang lebih seperti ini: “Pramuka, pramuka raja rimba. . Marinir, marinir raja laut. . Kopauss, kopasus raja di udara. . PAK POLISI, SETAN JALAN RAYA. .” Tentu mayoritas orang sangat mengenal lagu ini; dan bisa dibilang lagu ini merupakan salah satu lagu anak yang hampir-hampir tak lekang oleh zaman. Kita yang sewaktu kecil mengikuti kegiatan pramuka tentu akrab dengan lagu ini, kita pasti dapat menyanyikan tiap baris dan bait liriknya dengan baik; kalaupun tidak terlibat dalam kegiatan pramuka, saya yakin paling tidak kita pernah mendengarnya. Yang membuat saya merasa tertarik ialah   penggalan lirik pada bagian terakhir yang berbunyi “PAK POLISI, SETAN JALAN RAYA. .” ...