Langsung ke konten utama

MENYOAL PERSOALAN GAYA BERTAHAN



Diego Simeone,” menang adalah esensi sebuah pertandingan, tak peduli gaya apa yang anda terapkan!”
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Entah kenapa sepertinya tak banyak orang yang begitu suka dengan keberhasilan Atletico Madrid menembus partai final kasta tertinggi sepakbola klub Eropa. Sebetulnya yang menjadi fokus mereka bukanlah soal Atletico-nya, tetapi lebih kepada gaya bermain klub Ibukota Spanyol tersebut yang terlalu defensif. Gaya bertahan (Atletico) seakan-akan menjadi noda yang mencederai keindahan sepakbola. Simak saja kritik Vidal atau Xavi tentang gaya yang ditampilkan Atletico. Sepertinya ini mewakili perasaan penonton pada umumnya lebih menyukai gaya bermain menyerang yang katanya lebih cantik dan eksotis seperti halnya suguhan menarik ala Barcelona, Munchen maupun Real Madrid.
Karena gaya bertahan; kritikan, sindiran, dan caci maki pun terjadi beberapa tahun silam ketika di laga pamungkas Chelsea berhasil mengangkut trophi si Kuping Besar dengan pola parkir bus. Dengan alasan yang sama, sepertinya kita jadi paham mengapa Mourinho kerap dikritik karena gaya  bertahan yang cenderung diusungnya pada klub yang ditanganinya. Lagi-lagi karena latar belakang yang sama pula, kita perlahan-lahan mengerti mengapa publik lebih mencintai dan mengagumi tipikal penyerang seperti Messi, Coutinho, Ronaldo, Villa, Neymar, Ronaldhino, Owen, Kaka’, dsb ketimbang pemain bertahan semisal: Pepe,  Skrtel, Ferdinand, Ramos, Puyol, Carragher, Hyypia, atau siapapun pemain bertahan lainnya. “Menyerang” kemudian menjadi sebuah perwakilan yang menggambarkan keseluruhan hakikat manusia; di dalam maupun di luar lapangan, dalam sepakbola maupun dalam realita kehidupan nyata.
Mempersoalkan persoalan layak atau tidaknya gaya bertahan memang sebuah perdebatan yang hampir-hampir tidak berujung, amat sulit menemukan titik temunya yang panjang (juga rumit) seumpama bilangan Phi lingkaran si kulit bundar. Tiap kita tentu punya landasan dan pertimbangan tersendiri terkait mosi setuju atau tidak terhadap gaya bertahan ini. Tampilan sepakbola gaya bertahan untuk mayoritas orang memang sebuah suguhan yang benar-benar tidak menarik bahkan terkesan membosankan. Mindset para pengagum si kulit bundar (yang sukanya serangan dan menyerang) seakan menempatkan sebuah harga mati bahwa sepakbola adalah menyerang! Bahwa sepakbola adalah game jual beli serangan! Gaya bertahan adalah penghianatan terhadap esensi sepakbola! Jadi tidaklah mengherankan bila klub-klub bergaya menyerang semisal Arsenal, Barcelona, Munchen, Madrid ataupun Timnas Spanyol, Belanda, Jerman, Brazil ataupun tim-tim lain yang memperagakan gaya menyerang lebih enak ditonton dan punya kwantitas penggemar yang lebih banyak. Karenanya, tidaklah aneh bila pemain bertipe penyerang semacam Messi, Ronaldo, Ronaldhino, Kaka’ atau siapapun yang berstatus penyerang kerap menyabet titel pemain terbaik baik dalam konteks negara, benua maupun dunia. Silahkan ditelusuri berapa banyak pemain bertahan yang mampu meraih predikat yang sama, apakah melebihi jumlah mereka-mereka yang bertipe penyerang?
Para penonton sepertinya lupa bahwa memperagakan gaya bertahan itu sama susahnya dengan menampilkan gaya menyerang tingkat tinggi. Gaya ini bukanlah sesuatu yang tanpa proses dan hanya berharap pada keberuntungan serangan balik cepat saat lawan lengah; pahamilah ia butuh kesabaran. Gaya bertahan juga butuh skema kerja sama yang baik, kecermatan, kecepatan, ketepatan dalam menempatkan posisi, serta perpaduan yang solid antarsemua lini: sama halnya dengan gaya menyerang. Meredam gempuran tingkat tinggi sama rumitnya dengan menggempurkan serangan pada pertahanan tingkat tinggi. Bertahan penuh dan mencuri kesempatan untuk menyerang cepat lewat serangan balik sama sulitnya dengan memperagakan serangan penuh lalu tertatih-taih untuk balik ke area sendiri dan bertahan. Mesti dipahami, keduanya sama dalam banyak hal, yah kecuali dalam hal menyerang dan bertahan itu sendiri. Tidak banyak loh tim yang bisa memperagakan gaya defensive tingkat tinggi (bahkan sampai menggenggam trophi) seperti halnya Atletico. Atletico dengan gaya ekstra defensive-nya di bawah asuhan Simeone adalah penggerus dominasi duopoli La Liga, Barcelona dan Real Madrid. Dengan gaya ini, Atletico menjadi tim yang disegani di Spanyol maupun Eropa. Tengok saja trophi liga Spanyol, Copa Del Rei, Piala Super Spanyol, titel Liga Eropa, Piala Super Eropa, bahkan sempat menembus partai final Liga Champions 2013/2014 (meski akhirnya kalah) dan kali ini kembali menembus partai final Liga Champions adalah  pembuktian bahwa Atletico dan gaya bertahannya bukanlah sesuatu yang salah; tetapi layak diapresiasi. Kitapun tahu, Chelsea dan Inter juga punya cerita yang persis sama dengan gaya ini, Italia di masa lalunya pun punya kenangan yang sama. Tidak ada yang salah dengan gaya ini; semuanya adalah bagian dari strategi demi satu tujuan yakni kemenangan. Apa yang telah diperagakan oleh Atletico, lagi-lagi membuat kita harus sepakat bahwa: pertahanan terbaik adalah serangan yang terbaik.
Sebagai penonton, gaya adalah permasalahan minat. Sedangkan sebagai sebuah tim, gaya adalah persoalan mengenal diri, mengenal lawan, mamahami komposisi dan karekter tiap pemain serta mampu menenukan cara yang paling tepat untuk sebuah kemenangan. Gaya yang berbeda menjadikan sepakbola sebagai sebuah permainan yang kaya, indah dan menarik. Tiki taka, kick and rush, verrou, total football, jogo bonito, catenaccio ataupun gaya-gaya lainnya adalah sederet pilihan dalam gaya bermain. Tim yang sukses bukan hanya tim yang kuat dan cerdas, tetapi juga tim mampu mengenal diri dan menjadi diri sendiri, serta mampu beradaptasi dengan gaya yang paling cocok untuk dirinya.
Tak ada hukum soal gaya yang wajib dalam bermain sepakbola, yang ada hanya satu tujuan yang sama yakni kemenangan. Kemenangan (sepakbola) pun ditentukan hanya oleh sebuah harga, yakni skor. Kemenangan ialah kombinasi unik antara mencetak angka sebanyak mungkin dan mempertahankan gawang dari kebobolan. Apalah artinya mencetak banyak gol tetapi tak mampu membendung gawang sendri dari kebobolan? Kemenangan tidak pernah peduli dengan penguasaan bola dan gaya bermain yang cantik. Yang penting anda punya skor yang lebih besar, maka andalah pemenangnya.
Yah, kita mesti sepakat: menang adalah esensi sebuah pertandingan, tak peduli gaya apa yang anda terapkan!
Tak ada yang salah dengan gaya bertahan. .
This is football!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BAHASA MANGGARAI, DIMENSI KOSMOLOGIS DAN REDEFINISI DEFINISI BAHASA KBBI

(Sebuah Catatan Lepas Pebelajar Bahasa Indonesia) Felixianus Usdialan Lagur* PROLOG Demi TUHAN, saya juga tidak tahu apa yang saya tulis. Saya cuma berharap kiranya, pemilihan judul yang terbilang cirang dan legit semacam ini akan dapat dipahami setelah teman-teman selesai membaca tulisan ini. Sebetulnya saya sangat ingin membahasakan judulnya dalam bahasa yang sesederhana mungkin, tetapi saya tidak menemukan padanan kata yang cukup cocok untuk mewakili isi tulisan. Jadi mau tidak mau hajar kat tah. . . HAKIKAT BAHASA Bahasa, baik lisan, tulis maupun bahasa isyarat merupakan alat komunikasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahasa dikategorikan sebagai kata benda dan memiliki 2 definisi yakni: 1. Sistem lambang bunyi yg arbitrer, yg digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri; 2. percakapan (perkataan) yg baik; tingkah laku yg baik; sopan santun (KBBI offline versi 1.5.1). Beberapa definisi bahasa oleh pak...

Ni'ang

Kebahagiaan itu relatif. Setiap orang tentu mendefinisikan kebahagiaannya dengan caranya masing-masing. Saya tidak pernah membayangkan, ternyata menjadi orang tua membuat kami mendekonstruksi salah satu definisi bahagia kami. Seonggok tai ternyata bisa menggoncang arti kata bahagia dan menjadi sumber kebahagiaan yang tiada tara. Ceritanya, sudah 60-an jam putera kami Cino tidak BAB. Kami menduga, mungkin karena perubahan pola makan, berhubung sudah beberapa hari ia MPASI. Sebelumnya ia pernah mengalami hal yang sama, namun kali ini perasaan kami berbeda karena ia baru saja MPASI. Kami takut, jangan sampai kami memberinya pola makan yang salah. Jangan sampai tekstur dan komposisi makanan yang kami berikan tidak tepat. Pikiran kami kacau balau. Dalam sekejap, kehadiran tai di balik celana Cino menjelma menjadi kerinduan terbesar kami. Rasanya betapa rapuh kehidupan kami tanpa kehadirannya. Setiap jam, kami selalu meng- kuncur isi celana Cino untuk memastikan jangan-jangan ia sudah...

PAK POLISI, SETAN JALAN RAYA??

Tulisan ini terinspirasi dari sebuah pengalaman sederhana. Ceritanya berawal ketika di suatu siang saya mengendarakan sepeda motor ke kampus, seorang anak di kompleks saya bernyanyi dengan semangat dan penuh penghayatan. Saya pun tak sengaja menangkap sedikit penggalan lirik yang dinyanyikannya, kurang lebih seperti ini: “Pramuka, pramuka raja rimba. . Marinir, marinir raja laut. . Kopauss, kopasus raja di udara. . PAK POLISI, SETAN JALAN RAYA. .” Tentu mayoritas orang sangat mengenal lagu ini; dan bisa dibilang lagu ini merupakan salah satu lagu anak yang hampir-hampir tak lekang oleh zaman. Kita yang sewaktu kecil mengikuti kegiatan pramuka tentu akrab dengan lagu ini, kita pasti dapat menyanyikan tiap baris dan bait liriknya dengan baik; kalaupun tidak terlibat dalam kegiatan pramuka, saya yakin paling tidak kita pernah mendengarnya. Yang membuat saya merasa tertarik ialah   penggalan lirik pada bagian terakhir yang berbunyi “PAK POLISI, SETAN JALAN RAYA. .” ...