Tak terasa waktu bergulir begitu cepat. Sisakan beraneka kisah dan kenangan yang terlalu indah tuk dilupakan. Memang benar, ketika segala sesuatu dilalui dengan suasana yang menyenangkan, semua akan berlalu begitu cepat. Seakan baru kemarin aku menjadi bocah ingusan yang melalui hari-harinya dengna bermain.
Karena
waktu yang berlalu begitu cepat itulah tak kusadari kini aku menginjakkan kaki
di lingkungan kampus. Masuk dan bergabung dalam lingkungan hidup yang baru,
memang membuatku kewalahan; maklum sudah terlanjur disetting dengan gaya anak
SMA kebanyakan yang lebih suka bersantai dan bermain. Lambat laun aku mampu
beradaptasi; kampus ini perlahan mengubahku menjadi pribadi yang lebih mandiri.
Syukurlah,
tak butuh waktu yang begitu lama bagiku untuk bisa mendapatkan teman yang baru.
Semua orang yang kutemui di kelas yang baru ialah orang-orang yang suka
bersahabat, baik dan murah senyum. Ini membuatku makin mudah berbaur dan
“nyetel” dengan anak-anak baru dari berbagai latar belakang yang berbeda.
Benar
kata pepatah:”tak dikenal maka tak disayang!”.
Tapi
pada salah seorang teman wanitaku, rasa sayang itu seperti punya kadar dan
takaran yang berbeda. Sejak awal mengenalnya, ia adalah sosok yang tak banyak
bicara. Ia bicara seperlunya, anggun, tenang dan berhiaskan senyum manis yang
makin menambah kegilaan dan rasa kagumku padanya. Tak dapat kusangkal, kubegitu
terpikat pada semua hal yang melekat padanya. Senyum, gerak, pesona dan segala
hal yang melekat padanya adalah magnet yang membuatku bertekuk lutut. Aku kaku
dan membisu setiap kali menatap matanya. Berada bersamanya menjadikan diriku
sebagai dua pribadi yang berbeda dalam satu tubuh. Aku kagum dan gugup secara
sekaligus; aku kuat dan lemah di saat yang bersamaan.
Aku
hanya bisa mencintainya dalam diam. Aku hanya bisa mengaguminya dari sisi
gelapku. Sudah begitu lama aku ingin mengungkapkan segala resah dan rasa yang
ada di hari, tapi hasilnya selalu sama; tak mampu berbuat apa-apa. Ada begitu banyak
momen kebersamaan di mana aku bisa mengungkapkannya, tapi ketika segalanya belm
sempat terucap; lidahku menjadi kaku, aku membisu dan tak mampu berkata
apa-apa. Senyum dan pesonanya seperti membuatku telanjang dan tak tak bisa
apa-apa. Tatapan matanya yang dalam dan tajam, ibarat tombak yang mencederaiku
hingga kurebah di bawah kakinya. Aku makin merasa seperti pecundang; pecundang
yang hanya bisa mengaguminya dari sisi gelapku. Setiap waktu aku selalu mencoba
mendekat dan menjamahnya; tapi tepat sebelum aku menyentunya, jemariku kaku.
Sampai
kapan kau akan terus seperti ini? Terpenjara dalam kekaguman dan ketakutanku;
tersiksa dalam permainan rasa yang kian menggebu dan menyesakkan dada. Apakah
semua kan tetap seperti ini? Apakah aku akan terus tersiksa di atas kebodohanku
sendiri?
Ahhh,,,cinta
ini rumit dan membunuhku. . .
Komentar
Posting Komentar