Langsung ke konten utama

Bahasa Sepakbola dan Sebuah Identitas

Ini cuma sekumpulan manusia tidak jelas dan yang pasti foto ini tidak mewakili isi tulisan. Photo by; Tour D'Reo Jilid II
Refleksi ini diolah dari penggalan status facebook lama (4 Juni 2017) . .
Musim kompetisi liga-liga Eropa sudah berakhir. Bersamaan dengan berakhirnya musim kompetisi, sebagian dari kita baru saja menunjukkan wujud yg sebenarnya. Akhir musim (seperti sekarang ini) menjadi semacam sebuah fase yang menunjukkan identitas asli seseorang; apakah mereka seorang penggemar ataukah pendukung (klub sepakbola)? Ataukah mereka hanyalah satu dari sekian banyak fans karbit musiman yang kan datang dan pergi seirama pasang surut penampilan tim??
Tak sedikit dari kita yang mengakui mencintai permainan ini sejak awal musim mengelu-elukan tim kesayangannya, tetapi kemudian satu persatu mundur dan masuk dalam golongan orang yg mencela (klub) karena inkonsistensi yang diperlihatkan tim. Apakah caci maki menjadi semacam sebuah jalan pintas tuk menuntaskan syahwat kecintaan terhadap klub yang nirgelar? Lantas apa penamaan yg tepat untuk oknum-oknum yang (katanya) mencintai klub sepakbola dgn cara seperti ini? Fans-kah? Suporter-kah? Atw yang paling parah karbitan?
Harus dipahami, fans dan suporter itu istilah yg terlihat mirip tetapi sebetulnya berbeda. Kita cenderung menggunakannya secara bebas tanpa melihat lebih jauh kandungan makna yang bersemayam dibalik setiap kata tersebut. Istilah sekaligus pemaknaan yg dipakai akan turut mempengaruhi bagaimana kita memperlakukan sebuah klub; bagaimana cara kita memposisikan diri di saat kalah maupun di saat menang atau di saat sukses maupun di saat terpuruk.
Fans bermakna penggemar. Secara garis besar (bisa dibilang) ia mengacu pada sekelompok orang yang mencintai sebuah klub dari sudut pandang tropi, pemain, klasemen ataupun persoalan kalah menang di tiap minggu.  Tidak heran jika banyak dari mereka ini yg datang ketika sebuah klub berada pada puncak popularitasnya, tetapi kemudian mencaci maki tim ketika tim itu kalah; ini tingkah lakunya fans/penggemar (karbitan, ed) semua. Sebagai contoh, Manchester City. Ada begitu banyak orang yang mendadak mengagungkan si Manchester Biru setelah raja minyak dari Arab mengambil alih klub. Kekuatan uang si bos ini mampu menghipnotis bintang-bintang lapangan hijau dan pelatih top termasuk “membeli” penggemar. Sayangnya, ketika dalam beberapa waktu tim ini nirgelar, cinta para penggemar pun berlalu bersama pandangan pertama. Atau contoh lain, coba tengok Barca. Pada masa-masa kejayaannya di bawah asuhan Pep Guardiola ada begitu banyak orang yang mengelu-elukan Barca, tetapi mereka kemudian satu persatu mundur dan menghilang ketika kejayaan itu perlahan-lahan memudar apalagi ketika era El Real selaku rival abadi mulai menampakan dominasinya di La Liga dan Eropa. Atau contoh yang lain lagi, tentang PSG. Ada begitu banyak orang yang mendadak mencitai PSG karena sosok Ibrahimovic, tetapi kemudian meninggalkan klub ketika si penyerang Swedia berlabuh ke kota Manchester. Mereka kemudian kembali mencintai klub tepat saat Neymar, si mega bintang Brazil memecahkan rekor transfer dunia. Salah satu barometer yang kita pakai dalam hal ini bisa jersey PSG-nya Neymar yang di beberapa distro dan pasar loak laku keras. Simpulan dari premis-premis tersebut kurang lebih; fans/penggemar itu semacam golongan orang yang nomaden.
Lain halnya dgn suporter!
Suporter bermakna pendukung. Mereka adalah sekelompok orang yg selalu setia bersama klub dalam keadaan apapun, mencintai klub sepenuh hati dan selalu menjadi bagian dari setiap siklus dan kondisi klub. Kelihatannya memang mengawang-awag dan alay, tetapi begitulah mereka adanya. Mereka tidak pernah peduli apa kata orang, bahkan selalu menjadi orang terdepan jika ada yg mencela klub, terutama dalam forum-forum diskusi bola. Bahkan teman saya sempat hampir adu fisik dan tidak baku omong untuk waktu yang cukup lama hanya karena persoalan membela tim dan menghina tim lawan. Atau contoh lain, kalian bisa liat tindakan semberononya tifosi dan ultras sepakbola. Yang mereka (teman saya, tifosi dan ultras, red) buat ini kelihatannya benar-benar konyol, tetapi begitulah realitanya. Seperti halnya dunia percintaan, mencintai dan mendukung sebuah klub sepakbola memang terkadang tak dapat dijelaskan. Bukankah kita sepakat bahwa cinta itu kata yang rumusannya paling rumit dan kompleks? Yang kita pahami bahwa cinta itu sendiri tak harus selalu beralasan dan absurd adanya? Demikianlah halnya dalam mencintai sepakbola dan sebuah klub sepakbola.
Seperti halnya kisah cinta remaja dan sinetron-sinetron FTV, penyuka sepakbola bisa menyukai lebih dari satu klub, tetapi keberanian dan tekadnya yang bulat dalam memilih dan bertahan pada satu klub yang sama adalah pembeda yang menjadikan seseorang suporter sejati (hallaaahhh baper). Suporter (baca: sejati) ialah orang yg sungguh mencintai dan mendukung klub meski terkadang tak beralasan dan tak dapat dijelaskan. Alasan geografis, sosial, politik dan kultural tentulah persoalan yang terlalu sepeleh dan tidak penting untuk diperdebatkan dalam ruang lingkup sepakbola. Toh bukankah sedari awal kita sudah sepakat bahwa cinta dan cinta sepakbola itu absurd!?
Golongan ini dapat dilihat pada forum2 diskusi sepakbola. Maaf, untuk beberapa situasi saya tidak begitu menjamin pendukungnya Munchen, Madrid atau Barca. Wujud asli hanya akan terlihat ketika klub terpuruk untuk waktu yang begitu lama. Mereka yang tetap setia dengan klubnya semisal pendukung Inter Milan, AC Milan, Arsenal, Liverpool termasuk MU yang masih belum bisa move on semenjak kepergian Ferguson adalah sedikit dari sekian banyak pembuktiannya.
Saya percaya bahwa bahasa sepakbola -seperti halnya permainan sepakbola itu sendiri- adalah bahasa yang jujur. Ingat petuah lama Language is the mirror of mind. Bahasa dan penamaan yang dipakai oleh setiap kita yang mengaku  mencintai sepakbola adalah cerminan yang menggambarkan identitas dan integritas diri. Bisa jadi setiap kita yang nomaden dalam mencintai klub sepakbola, mencintai (setiap) mantan dengan cara yang sama. Eehhh??kenapa ada nama mantan??

Nahhh,, dari pada sibuk baper dengan mantan, yang terpenting sekarang; saatnya berdiri di depan cermin dan tanya: ite kelompok yang mana??

Ehhh,, ho koles manusia tidak jelas so. .  maaf pemirsa. . photos by; Tour D'Reo Jillid II

NB : Maaf untuk foto yang tidak sesuai dengan isi tulisan. Saya hanya ingin merawat kenangan dan tentunya saya merindukan tour jilid III bersama makhluk-makhluk ini. . .

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BAHASA MANGGARAI, DIMENSI KOSMOLOGIS DAN REDEFINISI DEFINISI BAHASA KBBI

(Sebuah Catatan Lepas Pebelajar Bahasa Indonesia) Felixianus Usdialan Lagur* PROLOG Demi TUHAN, saya juga tidak tahu apa yang saya tulis. Saya cuma berharap kiranya, pemilihan judul yang terbilang cirang dan legit semacam ini akan dapat dipahami setelah teman-teman selesai membaca tulisan ini. Sebetulnya saya sangat ingin membahasakan judulnya dalam bahasa yang sesederhana mungkin, tetapi saya tidak menemukan padanan kata yang cukup cocok untuk mewakili isi tulisan. Jadi mau tidak mau hajar kat tah. . . HAKIKAT BAHASA Bahasa, baik lisan, tulis maupun bahasa isyarat merupakan alat komunikasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahasa dikategorikan sebagai kata benda dan memiliki 2 definisi yakni: 1. Sistem lambang bunyi yg arbitrer, yg digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri; 2. percakapan (perkataan) yg baik; tingkah laku yg baik; sopan santun (KBBI offline versi 1.5.1). Beberapa definisi bahasa oleh pak...

Ni'ang

Kebahagiaan itu relatif. Setiap orang tentu mendefinisikan kebahagiaannya dengan caranya masing-masing. Saya tidak pernah membayangkan, ternyata menjadi orang tua membuat kami mendekonstruksi salah satu definisi bahagia kami. Seonggok tai ternyata bisa menggoncang arti kata bahagia dan menjadi sumber kebahagiaan yang tiada tara. Ceritanya, sudah 60-an jam putera kami Cino tidak BAB. Kami menduga, mungkin karena perubahan pola makan, berhubung sudah beberapa hari ia MPASI. Sebelumnya ia pernah mengalami hal yang sama, namun kali ini perasaan kami berbeda karena ia baru saja MPASI. Kami takut, jangan sampai kami memberinya pola makan yang salah. Jangan sampai tekstur dan komposisi makanan yang kami berikan tidak tepat. Pikiran kami kacau balau. Dalam sekejap, kehadiran tai di balik celana Cino menjelma menjadi kerinduan terbesar kami. Rasanya betapa rapuh kehidupan kami tanpa kehadirannya. Setiap jam, kami selalu meng- kuncur isi celana Cino untuk memastikan jangan-jangan ia sudah...

PAK POLISI, SETAN JALAN RAYA??

Tulisan ini terinspirasi dari sebuah pengalaman sederhana. Ceritanya berawal ketika di suatu siang saya mengendarakan sepeda motor ke kampus, seorang anak di kompleks saya bernyanyi dengan semangat dan penuh penghayatan. Saya pun tak sengaja menangkap sedikit penggalan lirik yang dinyanyikannya, kurang lebih seperti ini: “Pramuka, pramuka raja rimba. . Marinir, marinir raja laut. . Kopauss, kopasus raja di udara. . PAK POLISI, SETAN JALAN RAYA. .” Tentu mayoritas orang sangat mengenal lagu ini; dan bisa dibilang lagu ini merupakan salah satu lagu anak yang hampir-hampir tak lekang oleh zaman. Kita yang sewaktu kecil mengikuti kegiatan pramuka tentu akrab dengan lagu ini, kita pasti dapat menyanyikan tiap baris dan bait liriknya dengan baik; kalaupun tidak terlibat dalam kegiatan pramuka, saya yakin paling tidak kita pernah mendengarnya. Yang membuat saya merasa tertarik ialah   penggalan lirik pada bagian terakhir yang berbunyi “PAK POLISI, SETAN JALAN RAYA. .” ...