FELIXIANUS USDIALAN LAGUR*
![]() |
Salah satu sudut pasar Puni Ruteng. Photo by: Ichan Lagur |
Keterangan; Ini tulisan lama yang pernah dimuat di media VOX NTT edisi 27 Juni 2017 dengan judul Puni; Natas Labar dan Kenangan. Saya menyimpannya di blog sebagai bagian dari dokumentasi pribadi. Terima kasih VOX NTT, saya sungguh berterima kasih untuk kesempatan belajar seperti ini.
Beberapa hari yang lalu, tepatnya Selasa,
20 Juni 2017 terjadi pembongkaran pasar Puni Ruteng. Pembongkaran itu didasari
oleh perintah yang tertuang dalam kebijakan dengan nomor Pem.130/272/VI/2017
tertanggal 13 Juni 2017 perihal Pengosongan Lokasi Pasar Puni Ruteng. Warga
mendesak Pemerintah Kabupaten Manggarai untuk menghentikan aktivitas
penggusuran tersebut. Salah seorang warga Puni, kelurahan Pau, Kasianus
Mbakung, telah mendaftarkan gugatan terhadap Pemkab Manggarai yang
dianggap mencaplok tanah seluas 3.976 m2 ke
Pengadilan Negeri Ruteng dengan nomor perkara 161. PDT.G/2017/PN.RUT
(Voxntt.com, Rabu, 21 Juni 2017).
Terlepas dari segala
fenomena dan kontroversi yang mengikutinya, pada ulasan kali ini penulis
mencoba melihat Pasar Puni sebagai natas bate labar (halaman
bermain) bagi anak-anak seputar lokasi Pasar Puni. Coretan kecil ini didasari
oleh kenangan masa kecil penulis yang sering menghabiskan waktu di tempat ini
untuk bermain sepakbola, kelereng, karet, perang-perangan, dan lain sebagainya.
Penulis tahu betul bahwa lokasi Pasar Puni yang beberapa waktu lalu dibongkar
dan disegel, bukan hanya menjadi lahan bagi para pemilik kios untuk mencari
nafkah, tetapi juga sebagai halaman bermain bagi anak-anak di sekitar lokasi
pasar. Puni yang kini disegel dan dijaga oleh pihak keamanan tak lagi menjadi
ladang rupiah bagi para warga yang tergusur; di sisi lain tak lagi menjadi natas bagi anak-anak sekitar lokasi pasar.
Puni Natas Labar dan Kenangan
Natas bate labar, merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan dalam budaya 5 lampek
orang Manggarai selain: mbaru bate bate kaeng (rumah
tempat tinggal), wae bate teku (sumber mata air
tempat menimba), uma bate duat (ladang sebagai
tempat mencari makan) dan boa (pekuburan
sebagai tempat peristirahatan terakhir). Secara garis besar, budaya lima lampek
mengacu pada ruang lingkup utama dalam kehidupan orang Manggarai. Ini berarti
bahwa dalam siklus dan fase kehidupannya, setiap manusia Manggarai pasti akan
melewati kelima tahap tersebut. Dari kelima poin tersebut, kita bisa melihat
betapa pentingnya keberadaan natas bagi
kehidupan orang Manggarai.
Dari pembagian tersebut,
kita bisa melihat bahwa Natas bate labar mendapatkan
tempat tersendiri. Implikatur dari hal tersebut ialah natas sebagai tempat bermain merupakan bentuk
pengakuan akan keberadaan manusia sebagai makhluk yang suka bermain atau yang
dalam konteks filsafat manusia dikenal sebagai homo
ludens. Manusia selain sebagai homo faber (manusia
yang bekerja), homo sapiens (manusia yang
bijak), homo religius (manusia beragama) dan homo economicus (manusia terampil), juga termasuk
dalam homo ludens (artinya manusia adalah makhluk yang
suka bermain).
Bermain dalam KBBI didefinisikan sebagai:
melakukan sesuatu untuk bersenang-senang. Dari definisi ini kita bisa
mengetahui bahwa sudah menjadi harkat dan martabat manusia bahwa sejak lahir ia
adalah makhluk yang suka bermain untuk memperoleh kesenangan. Aktivitas bermain
bisa dilakukan kapan saja dan oleh siapa saja tanpa melihat batasan usia dan
jenis kelamin. Kegiatan bermain yang paling tampak terlihat yaitu pada
anak-anak usia sekolah (ini tidak berarti bahwa orang dewasa tidak suka
bermain). Bermain bagi anak-anak usia sekolah seperti sudah menjadi kebutuhan
dan agenda wajib dalam aktivitas kesehariannya. Bahkan, anak-anak yang
cenderung pasif dan tak banyak bermain bisa mengindikasikan suatu gejala
sakit/penyakit tertentu.
Pertumbuhan ekonomi yang terbilang pesat,
pertambahan jumlah penduduk, arus migrasi dan urbanisasi serta pergerakan kaum
kapitalis yang tak terbendung telah menyebabkan dunia makin terasa sempit. Hal
ini berimbas pada hilangnya natas (halaman
bermain) bagi anak-anak usia sekolah. Hampir pasti, di setiap sudut kota, kita
makin sulit menemukan natas bagi
anak-anak untuk bermian. Tiap inci tanah kini makin mahal dan orang
berlomba-lomba untuk memanfaatkan lahannya seefektif dan seefisien mungkin.
Karena hal ini, anak-anak kehilangan natas. Hal inilah
yang kemudian memaksa anak-anak untuk mengalihkan dunia bermainnya ke dunia
elektronik yang di satu sisi dapat menyebabkan mereka menjadi pribadi yang
egois dan individual.
Di tengah minimnya lahan bermain bagi
anak-anak Ruteng, lokasi Pasar Puni menjadi semacam ruang bagi anak-anak untuk
bermain, berkreasi dan bersosialisasi. Penulis ingat, di zaman-zaman SD penulis
sering menghabiskan waktu di tempat ini untuk bermain bola. Kami (anak-anak SDK
Ruteng II, SDK Ruteng III, SDK Ruteng V dan anak-anak di seputar lokasi pasar)
juga sering bermain kasti, takraw, karet, kelereng, ataupun bermain
perang-perangan di lokasi pesawat yang menjadi saksi bisu kecelakaan pesawat
puluhan tahun silam. Di natas Puni kami
saling mengenal dan dikenal, saling menjadi sesama bagi sesama yang lain,
saling memahami karakter dan mengembangkan daya kreativitas. Singkat kata lokasi
Pasar Puni adalah kenangan.
![]() |
Kondisi pasar Puni pasca digusur oleh mereka-mereka yang berwenang. Photos by: Ichan Lagur |
Ketika beberapa waktu lalu penulis
mengetahui bahwa natas Puni sebagai ruang dan
lahan bermain bagi anak-anak ini menghilang, penulis takut di mana dan ke mana
lagi anak-anak bisa bermain, berkreasi dan bersosialisasi? Natas dalam kaitannya dengan eksistensi manusia
sebagai homo ludens (manusia yang suka bermain) merupakan
ruang bagi manusia untuk bermain. Kehilangan natas berarti
kehilangan permaian sekaligus pengingkaran akan eksistensi manusia sebagai
makhluk yang suka bermain. Kita tahu ada begitu banyak manfaat positif yang
dapat kita peroleh melalui kegiatan bermain di natas.
Manfaat (memainkan permainan di natas bate labar)
tersebut kurang lebih sebagai berikut:
Pertama, membentuk karakter
dan mengembangkan imajinasi anak. Melalui permainan, anak dapat melatih mental
dan mengembangkan imajinasinya. Ada begitu banyak permainan yang mampu membina
mental dan karakter seorang anak; permainan juga mampu merangsang anak untuk
mengembangkan daya imajinasinya. Permainan mampu merangsang kecerdasan
sosio-emosi seorang anak, sehingga ia makin mengenal orang lain dan mampu
mengelola emosinya secara matang ketika berbaur dan bermain bersama orang lain.
Di sisi lain permainan kolektif mampu menuntut anak untuk bertanggung jawab,
bekerja sama dan melepaskan sikap egonya. Melalui perminan sepakbola misalnya,
karakter anak dapat dibina; seperti sportivitas, disiplin, tanggung jawab dan
nilai kerja sama tim.
Kedua, bermain sebagai
lahan bersosialisasi. Melalui bermain, anak-anak dapat saling mengenal satu
sama lain. Mereka bisa mengenal karakter dan sifat teman bermainnya. Bermain
memberikan peluang bagi anak-anak untuk memperluas jaringan relasinya. Natas sebagai tempat bermain, merupakan ruang yang
sangat baik bagi anak-anak untuk dapat mengenal orang lain yang berasal dari
latar belakang yang berbeda. Bermain memberikan kesempatan bagi anak untuk
dapat belajar membuka diri dan menerima orang lain.
Ketiga, bermain sebagai sarana hiburan. Bermain adalah suatu kegiatan yang
menyenangkan. Melalui kegiatan bermain, kita bisa terhibur dan merasa senang. Wilayah-wilayah
Timur yang kekurangan sarana hiburan menjadikan mereka menempatkan natas dan segala permainannya sebagai alternatif
hiburan bagi para warga. Permainan sepakbola ataupun bola voli yang biasa kita
jumpai di beberapa natas bate labar (halaman
bermain) telah memberikan hiburan para warga yang bermain ataupun warga yang
sekadar menonton pertandingan tersebut.
Keempat, pewaris
permainan-permainan tradisional. Tak dapat kita ungkiri, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi telah merambah ke dunia permainan dan menggerus
posisi permainan-permainan tradisional. Permainan- permainan tradisional
semacam bermain petak umpet, bermain gasing, maen tar (bermain
perang-perangan), oto haju (mobil tradisional
dari kayu), ketapel, dan berbagai permainan tradisional lainnya digeser
oleh kedatangan game-game gadget, mobil-mobilan,
pistol-pistolan, playstation, game box, aneka game yang dapat
dengan mudah diinstal di laptop dan lain sebagainya. Pemainan-permainan
penggeser permainan tradisional ini bisa dibilang sebagai permainan yang tidak
begitu memberikan banyak nilai karakter bagi anak-anak. Permainan-permainan ini
umumnya bisa dilakukan secara individu dan tidak membutuhkan kontribusi/bantuan
orang lain; sehingga bisa dimainkan di rumah. Pemainan-permainan ini dipercaya
mampu membentuk pribadi yang yang egois, minim sisi sosialnya dan cenderung
individualis. Ketika natas menghilang,
berarti kita sedang mengucapkan salam perpisahan dengan permainan-permainan
tradisional yang menjadi kekayaan budaya kita.
Demikianlah beberapa poin-poin positif
yang penulis pikir dapat kita temukan melalui kegiatan bermain (di natas). Ketika natas menyediakan
ruang bagi anak untuk bermain, anak dapat memperoleh banyak hal-hal positif
yang mampu membentuknya menjadi pribadi yang berkarakter, berjiwa sosial dan
kreatif. So, jangan menganggap enteng pengaruh natas dan
permainannya om! Ketika natas itu
dihilangkan lalu dipermainkan demi kepentingan golongan entah seperti apa rupa
generasi penerus kita!!??
*Penulis adalah mahasiswa Prodi Dikbindo STKIP Santu Paulus Ruteng.
Komentar
Posting Komentar