Langsung ke konten utama

Lima Menit Keberanian

Gitarnya Kae Judaz 😊
Ichan Lagur*

1 Desember; sebuah awal di akhir tahun!
Pagi ini libur. Meski begitu, pukul 04.30 mata saya sudah terbuka.
Puji Tuhan, hari ini saya masih diberi kesempatan untuk menghirup nafas kehidupan dan menikmati setiap anugerah kehidupan yang Tuhan berikan untuk saya. Lagi-lagi untuk ke sekian kalinya, di hari ini saya masih diberikan kesempatan lagi untuk dapat memperbaiki diri, membenah hidup dan menjadi pribadi yang kiranya dapat membagikan hal-hal positif kepada orang lain. Uihhh. . . .
Saya bersyukur karena setelah sebulan berpeluh dan bertarung dengan susahnya bangun pagi, SMK Santo Aloisius Ruteng berhasil mengajarkan saya caranya bangun pagi. Beberapa minggu terkahir, kurang lebih setiap pukul 05.00 mata saya semacam terbuka secara otomatis. Tentu kejadian ini terbilang aneh dan langkah, pasalnya beberapa tahun belakangan saya hampir pasti tidak banyak tahu bagaimana nuansa pagi Ruteng karena selalu (di)bangun(kan) pukul 6 lewat. Ini perubahan yang positif selama Magang II, walaupun sebetulnya saya juga ragu apakah kebiasaan ini akan terus saya bawa? Toh Magang II telah usai dan sampai akhir semester VII, saya akan kuliah siang lagi.
Berhubung hari ini libur, maka saya memutuskan untuk terus berada di dalam selimut maklum kata orang, dinginnya Ruteng menusuk sampai ke biji. Entah biji apa yang mereka maksudkan, saya tidak mau perdebatkan di sini.
Seperti biasa, saya sebagaimana selayaknya anak-anak zaman sekarang, saya selalu mengawali hari dengan OL, bukan dengan berdoa. Lagi-lagi kali ini, saya langsung disuguhkan dengan menu “Lihat Kenangan Anda” oleh si om Facebook. Olee,, bahaya ini! Semoga jangan ada lagi kenangan tentang mantan. . .*smile
Pada salah satu kenangan itu, ada penggalan status tertanggal 1 Desember 2013 yang kurang lebih berbunyi:
“I’m sorry Mom; I never wanna hurt you. .
Berdiam diri lebih lama hanya akan membuatnya semuanya lebih menyakitkan. .”

#YNWA

Saya tersentak dan jadi ingat dengan sesuatu.
Seperti yang telah saya uraikan pada tulisan sebelumnya, kita patut berterima kasih kepada media sosial (baca:Faceook) yang telah merawat setiap kenangan hidup yang pernah kita abadikan pada dinding kita. Melalui setiap kenangan itu, kita kembali dibawa pada setiap pengalaman hidup yang pernah kita lalui. Saya bersyukur, penggalan status itu telah membawa saya kembali pada permenungan tentang pengalaman hidup saya empat tahun silam; yang sekiranya dapat saya jadikan sebagai bahan reflkesi untuk hidup saya.
Saya jadi teringat, itu penggalan status yang saya buat ketika masih berada di Kos Panama dan Teknik Sipil Undana Kupang. Itu penggalan status yang saya tulis pada malam hari di zaman-zaman galau yang sempat buat saya mau bunuh diri di jembatan Liliba. Di malam itu, saya menelpon orang tua saya: menceritakan semua hal tentang kuliah saya yang berantakan lalu memutuskan untuk berhenti kuliah untuk mencoba peruntungan di kampus lain. Saya ingat persis, malam itu saya menangis di kamar nomor 13 karena tak tahu harus berbuat apa. Di malam itu, saya menangis sepanjang malam karena segala dilema dan ketakutan-ketakutan terus menghantui kepala saya. Bagi saya, itu adalah malam yang sangat penting dalam hidup saya. Setelah hampir dua bulan malas ke kampus, memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliah dan terus berdiam diri di kos dengan jatah bulanan yang stabil, baru pada malam itu saya memiliki lima menit keberanian untuk mengungkapkan semuanya pada kedua orang tua saya. Saya bersyukur atas lima menit keberanian dan keputusan (yang orang sebut sebagai keputusan) bodoh yang saya ambil pada masa itu. Kalau saja waktu itu saya tidak nekat dan lebih memilih diam, entah bagaimana nasib dan kondisi saya sekarang?
Sedikit tentang Teknik Sipil Undana
Oh iya,, sebelum saya melanjutkan tulisan ini perkenankanlah kiranya saya untuk sedikit bercerita tentang kampus saya terdahulu. Jadi teman-teman yang terkasih dalam Kristus, sebelumnya saya berkuliah di Teknik Sipil Undana. Di sana saya selalu berhadapan dengan mata kuliah-mata kuliah "rasa jengkel" yang benar-benar tidak nyambung dengan pendidikan saya sebelumnya. Saya selalu berhadapan dengan sesuatu yang benar-benar baru; dengan konsep-konsep yang pengandaiannya setiap mahasiswa sudah memiliki dasar yang kuat. What the hell? Mata kuliah hitungan dan mata kuliah yang kebanyakan les STM Jurusan Bangunan benar-benar membuat saya wengel (baca:pusing) dan kesulitan beradaptasi. Setiap hari saya merasa seperti bertarung tanpa senjata; dan tentu saja saya selalu babak belur dan keok. Hal ini diperparah dengan jiwa-raga saya yang malas dengan angka serta minat dan tingkat kecerdasan matematik saya yang lemah. Saya selalu mau muntah tiap kali mata kuliah Menggambar, Matek 1-3, Fisika 1-3, Mekanika Rekayasa 1-5, Teknik Bahan Bangunan, Pengukuran, Hidrolika, Manajemen, dan apalah yang lainnya. Semua mata kuliah ini adalah mata kuliah angka dan lesnya orang-orang STM Bangunan yang tentunya saling berhubungan karena merupakan mata kuliah bersyarat.
Puji Tuhan meskipun telah mencoba sampai keringat darah, saya mendapati tiap semester selalu lebih dari setengah mata kuliah saya yang gugur. Formulasi otak yang terlanjur fobia dengan angka membuat segalanya makin samar dan terasa abstrak. Saya begitu sulit mengikuti alur perkuliahan. Sekuat tenaga saya berusaha dan mencoba; dengan segala pengorbanan dan mete tugas yang berhari-hari tetapi hasilnya tetap saja sama. Sekuat tenaga saya berusaha untuk mencintai dunia ini tetapi tetap saja tidak bisa. Setelah sekian lama berpeluh dan mencoba, saya mendapati segalanya tetap saja membingungkan. Saya pun bertapa, kemudian mulai meyakini Tuhan tidak membentuk saya dengan kepingan talenta kecerdasan matematik. Diam-diam saya pasrah; barangkali ini memang bukan jalan hidup saya! Karena segala sesuatu yang terasa kian sia-sia, saya jadi malas kuliah dan lebih memilih aman-aman di kos dengan rekening dan regis yang tetap stabil. Ini aksi bunuh met sudah!
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
01 Desember 2013
Setelah selama dua bulan saya enggan ke kampus dan terus berdiam diri di kos, saya mulai dihantui ketakutan, kecemasan dan perasaan bersalah. Saya benar-benar merasa tidak nyaman. Saya tidak pernah bisa tidur dengan nyenyak.  Di setiap malam, saya selalu dihantui oleh dilema-dilema dan ketakutan-ketakutan yang memenuhi kepala saya. Saya tahu bahwa, saya tidak bisa terus seperti ini. Saya sadari itu. Berdiam diri dengan status yang tidak jelas, tetapi jatah bulanan dan jadwal regis yang stabil hanyalah sebuah aktivitas membunuh orang tua secara perlahan. Saya harus keluar dari situasi ini dan terbuka dengan kedua orang tua saya. Sayangnya, saya tidak punya sedikit keberanian untuk menyampaikan semuanya. Beberapa kali saya menelfon dan hendak menyampaikan semuanya, tetapi saya tidak tega dan tidak memiliki keberanian untuk mengatakannya. Selama dua bulan saya terus berkutat dengan pertanyaan: saya harus bagaimana? Saya benar-benar kacau, frustasi, hancur dan terpuruk, bahkan sampai punya niat untuk menghabiskan hidup di jembatan Liliba yang fenomenal itu. Asli! Syukurlah saya bisa menahan diri dan puji Tuhan saya tidak jadi mati. .
Melanjutkan kuliah di tempat yang benar-benar banyak tidak “nyambung”-nya hanya akan membuat saya makin tersiksa. Lagi pula, dalam hitungan saya: sudah dua bulan saya tidak ke kampus, otomatis semua mata kuliah yang saya programkan di semester ini sudah gugur. Meskipun di semester IV nanti saya bisa meluluskan semua mata kuliah saya, tetap saja saya di-DO karena IPK dan jumlah SKS yang dicapai belumlah cukup. Kalaupun di-DO kemudian melanjutkannya di kampus lain dengan jurusan yang (masih) sama, saya hanya akan masuk ke ruang penyiksaan baru. Segalanya akan tetap sama dan tidak mengubah apa-apa.  Saya kemudian sampai pada suatu titik di mana saya sadar dan memulai memahami: bahwa saya memang tidak berbakat di dunia tersebut. Ada ruang dan dunia lain yang mungkin lebih cocok dengan karakter saya. Saya benar-benar saya bahwa saya tidak bodoh: hanya saja saya belum menemukan tempat yang tepat. Saya tidak bisa memaksa untuk menyukai dan mencintai dunia civil engeneering. Perkuliahan hanya akan berjalan dengan baik ketika saya bisa mencintai apa yang saya pelajari, tanpa ada tekanan dan paksaan.
Di tanggal ini, tepat empat tahun silam, saya memutuskan untuk menceritakan semunya kepada kedua orang tua saya. Setelah lama berpikir dan mengatur nafas, saya berhasil mengumpulkan keberanian sehingga bisa mengatakan semuanya kepada kedua orang tua saya. Dengan air mata dan nada suara yang bergetar, saya  menyampaikan segalanya. Saya tahu itu sungguh menyakitkan bagi mereka. Saya tahu apa yang saya buat tentu saja menorehkan luka yang teramat dalam di lubuk hati mereka. Setelah semua perjuangan dan usaha yang mereka lalui, saya hanya bisa membalasnya dengan cara seperti ini. Saya sangat tahu dan paham, bahwa apa yang telah saya lakukan benar-benar tidak baik; tetapi berdiam diri dalam situasi semacam ini hanya akan membuat semuanya lebih menyakitkan; baik bagi diri sendiri maupun bagi orang tua. Saya percaya dari semua pilihan yang ada saya, ini yang terbaik. Saya yakin dengan apa yang saya pilih. Saya tahu walaupun awalnya menyakitkan, saya percaya ujungnya akan lebih baik. Sejak malam itu, saya berkomitmen untuk menata kembali kehidupan saya dari reruntuhan dan puing-puingnya yang tersisa. hehehe. .

1 Desember 2017
Kini di tanggal 1 Desember 2017 ini, saya bersyukur karena saya pernah memilih secara nekat-bodoh di empat tahun silam. Karena kenekatan dan kebodohan itu, hingga detik ini saya sudah bisa tidur dan terbangun dengan nyaman; tidak seperti empat tahun silam yang kelam, suram, seram dan menakutkan. Setiap malam saya sudah bisa tidur dengan aman, nyaman dan tentram lalu kemudian terbangun di pagi cerah yang indah. Musuh saya kini hanyalah kopi dan insomnia. Lima menit keberanian saya di empat tahun silam benar-benar telah mengubah jalan hidup saya. Lima menit keberanian di masa itu telah menjadikan segalanya menjadi mungkin di hari ini. Kini saya bisa berkuliah dengan enjoy dan tentram hingga akhirnya saya tersentak karena ternyata saya sudah menyelesaikan tahap program Magang II di SMK Santu Aloisius Ruteng. Meskipun berkulliah dengan kebuk dan nilai yang pas-pasan, saya bersyukur karena sepertinya saya telah menemukan dunia saya. Saya menemukan bahwa di sinilah ruang yang bisa mengembangkan potensi, minat dan bakat saya. Saya bersyukur untuk lima menit keberanian saya di masa itu. Saya berterima kasih untuk keputusan dan keterbukaan saya kepada kedua orang tua saya di empat tahun silam. Sekali lagi, saya bersyukur atas keberanian dan keputusan bodoh yang saya ambil pada masa itu. Saya tidak habis pikir, kalau saja pada waktu itu saya tidak nekat dan lebih memilih diam, entah bagaimana nasib saya sekarang? Lima menit keberanian di tanggal 1 Desember 2013 telah mengubah jalan dan arah hidup saya. Setelah semua hal yang saya terima dan saya dengar dalam kurun empat tahun ini; pelan-pelan setiap orang sudah mulai bisa memahami jalan yang saya pilih. *ehemm
Saya pun bersyukur karena lima menit keberanian pada masa itu telah membawa saya sampai pada titik ini. Entah ke depannya seperti apa; terserah proposal dan skripsinya nanti rumit bagaimana, paling tidak saya sudah sampai di semester VII dan sudah menyelesaikan Magang II dengan baik. Saya belum mau pusing tentang judul; apakah saya menulis skripsi tentang lagunya Padi atau tentang bahasa Manggarai. Yang pasti, satu anak tangga telah berhasil saya lewati. Setidaknya saya sudah membuka sebuah awal yang baik untuk kehidupan saya sendiri; untuk anak-anak tangga lain yang harus saya lewati.
Terkait keberanian dan keterbukaan diri, entah berapa orang di luar sana yang mengalami hal serupa seperti yang saya alami di empat tahun silam tetapi mereka lebih memilih tuk berdiam diri. Entah berapa banyak orang di luar sana yang sudah dua, tiga, atau empat tahun lebih putus kuliah dengan jatah bulanan dan jadwal regis yang tetap teratur di tiap semesternya tetapi lebih memilih bersembunyi dan tidak mengkomunikasikan segalanya kepada orang tua mereka karena perasaan takut. Entah berapa banyak orang di luar sana yang bertahun-tahun lebih memilih berdiam diri, hidup dalam ketakutan dan ketidaknyamanan, terus bersembunyi dan tidak melakukan apa-apa karena kehilangan keberanian. Kalau saja mereka bisa menampung lima menit keberanian, tentu banyak hal yang bisa diubah. Memendam dan menyimpan masalah pribadi lebih lama hanya akan membuat segalanya menjadi lebih rumit dan lebih menyakitkan. Semakin lama memendam dan bersembunyi dalam ketidakpastian dan ketakutan hanya akan membuat segalanya lebih menyakitkan. Sampai kapan kita mau terus bersembunyi dengan keadaan seperti ini? Sampai kapan mau terus berdiam diri dalam arah hidup yang tidak jelas seperti ini? Bukankah kita tahu seperti apapun cara kita menyembunyikan bangkai, bangkainya akan tetap diketahui karena baunya? Apa akan tetap mau bersantai lalu bergaya dengan uang kiriman dan uang regis selama bertahun-tahun; dan kau tahu hasilnya tidak jelas? Kalalu kau mau buat begitu, lebih baik kita tikam langsung orang tua pake pisau!
Teman, siapapun Anda. Saya tidak sedang sok menggurui. Saya hanya mau membagi pengalaman hidup, agar setiap orang bisa belajar dari dan mengambil poin positif dari pengalaman saya. Kehidupan kita masih panjang. Usia kita masih terlalu muda. Kalau memang arah perkuliahan sudah tidak jelas, jangan diam dan jangan sembunyi! Terbuka lebih awal dengan orang tua itu penting! Sepandai apapun kalian menyembunyikannya, pasti akan tetap ketahuan. Tidak perlu malu, toh kita bisa belajar dari setiap kegagalan yang pernah kita alami. Mungkin kalian seperti saya: tidak bodoh tetapi salah jurusan. Tiap orang diciptakan dengan bakat dan potensi yang berbeda-beda. Banyak dari kita yang sedang tersesat dan salah tempat. Kita hanya perlu mengenal diri lebih dalam dan mencari tahu: apa potensi dan hal terbaik yang bisa.
Mari terbuka dan mengubah diri. Met itu TUHAN yang selalu lebih dari baik. Tak pernah ada kata terlambat untuk setiap kita yang mau mengubah diri dan mau kembali menata hidup dan masa depan. Lebih baik mengatakannya lebih dini daripada harus memendamnya selama bertahun-tahun. Untuk kalian yang sudah beberapa tahun bersembunyi dan hidup tidak jelas, AYO TERBUKA! Kumpulkan lima menit  keberanian dan akan ada banyak hal yang kalian bisa ubah: untuk diri sendiri, orang tua dan yang terpenting untuk masa depan!


*Felixianus Usdialan Lagur, mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indoneia STKIP Santu Paulus Ruteng

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BAHASA MANGGARAI, DIMENSI KOSMOLOGIS DAN REDEFINISI DEFINISI BAHASA KBBI

(Sebuah Catatan Lepas Pebelajar Bahasa Indonesia) Felixianus Usdialan Lagur* PROLOG Demi TUHAN, saya juga tidak tahu apa yang saya tulis. Saya cuma berharap kiranya, pemilihan judul yang terbilang cirang dan legit semacam ini akan dapat dipahami setelah teman-teman selesai membaca tulisan ini. Sebetulnya saya sangat ingin membahasakan judulnya dalam bahasa yang sesederhana mungkin, tetapi saya tidak menemukan padanan kata yang cukup cocok untuk mewakili isi tulisan. Jadi mau tidak mau hajar kat tah. . . HAKIKAT BAHASA Bahasa, baik lisan, tulis maupun bahasa isyarat merupakan alat komunikasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahasa dikategorikan sebagai kata benda dan memiliki 2 definisi yakni: 1. Sistem lambang bunyi yg arbitrer, yg digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri; 2. percakapan (perkataan) yg baik; tingkah laku yg baik; sopan santun (KBBI offline versi 1.5.1). Beberapa definisi bahasa oleh pak...

Ni'ang

Kebahagiaan itu relatif. Setiap orang tentu mendefinisikan kebahagiaannya dengan caranya masing-masing. Saya tidak pernah membayangkan, ternyata menjadi orang tua membuat kami mendekonstruksi salah satu definisi bahagia kami. Seonggok tai ternyata bisa menggoncang arti kata bahagia dan menjadi sumber kebahagiaan yang tiada tara. Ceritanya, sudah 60-an jam putera kami Cino tidak BAB. Kami menduga, mungkin karena perubahan pola makan, berhubung sudah beberapa hari ia MPASI. Sebelumnya ia pernah mengalami hal yang sama, namun kali ini perasaan kami berbeda karena ia baru saja MPASI. Kami takut, jangan sampai kami memberinya pola makan yang salah. Jangan sampai tekstur dan komposisi makanan yang kami berikan tidak tepat. Pikiran kami kacau balau. Dalam sekejap, kehadiran tai di balik celana Cino menjelma menjadi kerinduan terbesar kami. Rasanya betapa rapuh kehidupan kami tanpa kehadirannya. Setiap jam, kami selalu meng- kuncur isi celana Cino untuk memastikan jangan-jangan ia sudah...

PAK POLISI, SETAN JALAN RAYA??

Tulisan ini terinspirasi dari sebuah pengalaman sederhana. Ceritanya berawal ketika di suatu siang saya mengendarakan sepeda motor ke kampus, seorang anak di kompleks saya bernyanyi dengan semangat dan penuh penghayatan. Saya pun tak sengaja menangkap sedikit penggalan lirik yang dinyanyikannya, kurang lebih seperti ini: “Pramuka, pramuka raja rimba. . Marinir, marinir raja laut. . Kopauss, kopasus raja di udara. . PAK POLISI, SETAN JALAN RAYA. .” Tentu mayoritas orang sangat mengenal lagu ini; dan bisa dibilang lagu ini merupakan salah satu lagu anak yang hampir-hampir tak lekang oleh zaman. Kita yang sewaktu kecil mengikuti kegiatan pramuka tentu akrab dengan lagu ini, kita pasti dapat menyanyikan tiap baris dan bait liriknya dengan baik; kalaupun tidak terlibat dalam kegiatan pramuka, saya yakin paling tidak kita pernah mendengarnya. Yang membuat saya merasa tertarik ialah   penggalan lirik pada bagian terakhir yang berbunyi “PAK POLISI, SETAN JALAN RAYA. .” ...