Langsung ke konten utama

Penokohan

Ichan Lagur*
Beberapa hari terakhir, teman-teman PMKRI cabang Ruteng di bawah komando Pa Patris Agat tengah disibukkan dengan kegiatan MPAB di Labuan bajo. Saya tau itu dari postingan mereka di beranda Facebook. Saya salut dengan semangat dan totalitas mereka.
Ohh iya,, berbicara tentang PMKRI, saya selalu mengagumi PMKRI dan jebolan-jebolannya. Dari sejumlah orang PMKRI yang saya kenal, saya tahu mereka orang-orang yang hebat dan luar biasa. Liat saja salah satu contoh yang paling dekat: teman saya Kristian Nanggolan yang su naik pangkat & sedikit lagi jadi manager koperasi ternama di NTT (baca: Indonesia) ^_^. . peace kesa gantenng!!   Kalau berbicara tentang MPAB, sebetulnya dulu saya adalah salah seorang calon anggota PMKRI yang gagal menjadi anggota. Saya hanya mengikuti masa MPAB selama 2 hari, kemudian berhenti. Alasannya, malam itu saya mengikuti kegiatan bersama teman-teman calon anggota di Dinas PPO Kabupaten Manggarai sampai jam  pukul 02.00. Keesokan harinya saya sakit, saya demam dan mimisan. Sial, kondisi fisik saya memang terlalu rapuh dan terkadang sulit bersahabat. Karena panas tinggi dan darah yang rajin tampil, saya pun dilarang untuk ikut oleh met meskipun saya ngotot,, nehot anak mami jadin.
Setelah perdebatan yang lumayan panjang, saya kemudian memutuskan untuk berhenti. Pertama, saya memilih demikian karena saya takut dianggap durhaka karena dicap melawan orang tua. Kedua, saya memang tahu dan sadar bahwa kondisi fisik saya buruk, karenanya saya lebih memilih untuk menjaga kesehatan saya. Daripada kondisi saya makin parah, lebih baik saya beristirahat dan memulihkan diri. Ketiga, saya tidak bisa membayangkan, betapa banyak orang yang akan menangis jika saya harus mati muda hanya karena ngotot ikut MPAB. Alay!!
Berbicara tentang PMKRI dan MPAB, ada banyak materi yang disampaikan pada masa pra-MPAB dan pada masa MPAB. Dalam dua hari yang saya lalui selama MPAB, ada banyak hal yang saya dapat. Konsep-konsep dasar organisasi, tiga benang merah PMKRI, sejarah PMKRI Santu Agustinus Cabang Ruteng, mukanya om Tian Nanggolan yang terlihat lebih imut pas lagi bengis, geliat dan semangat organisasi kaum muda yang mulai menghilang dan teknik dasar public speaking adalah sedikit dari sekian banyak hal yang masih saya ingat. Salah satu konsep dalam PMKRI yang paling saya suka dan paling saya ingat ialah konsep penokohan. Secara sederhana, konsep penokohan berarti: membawa semua hal positif tentang seseorang ke hadapan orang lain agar bisa dijadikan sebagai contoh baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Dalam konsep ini, apapun kondisi teman kita, seperti apapun sikap dan keburukannya, kita memiliki kewajiban moril untuk menokohkannya. Ketika kita berbicara tentangnya dengan orang lain, maka kita wajib membawa dan menceritakan semua hal baik dan semua hal positif tentang teman tersebut. Dalil konkretnya begini: jangan suka omong tentang teman punya sikap malas dan egois, jangan bahas tentang dia punya sifat buruk yang suka gossip, jangan ungkit dia punya kebiasaan malas mandi, jangan bedah dia punya sifat tamak, jangan umbar dia punya kebiasaan yang suka nyalip timinya teman, dan lain sebagainya; tetapi ceritakanlah tentang dia punya semangat belajar dan sikap kerja sama yang tinggi, wartakanlah dia punya sikap tanggung jawab dan totalitas dalam bekerja, kumandangkan dia punya kebiasaan rajin sembayang dan hal-hal positif lainnya. Intinya dalam suatu pembicaraan jangan bawa yang negatif-negatif, tetapi bawalah yang positif sebanyak mungkin. Jika lawan bicara memancing dan membawa kita ke pembahasan ataupun pembicaraan-pembicaraan bernuansa negatif tentang tokoh yang dibicarakan, maka kita sebaikya tidak menanggapinya secara serius tetapi berusaha agar membawa pembicaraan tentang tokoh tersebut ke arah yang lebih baik dan positif. Begitu intinya!
Saya kira ini sebuah konsep yang amat baik, mulia, luar biasa dan sungguh positif. Konsep ini tentunya amat penting untuk ditanamakan pada setiap orang (Indonesia). Mengapa demikian? Saya berpikir, setiap peradaban di Indonesia hampir pasti memiliki budaya “sibuk dengan kehidupannya orang” dan suka gosip. Contoh sederhananya kita bisa liat di tayangan televisi Indonesia yang suka gosip kehidupannya selebriti. Di ini acara-acara lebih banyak gosipnya dan sedikit faktanya. Acara semacam ini umumnya memiliki ratting yang tinggi. Percaya atau tidak, intensitas dan ratting acara yang tinggi semacam ini sebetulnya menggambarkan jiwa dan kepribadian masyarakat Indonesia yang suka gosip dan omong orang. Nahh, itu makanya saya katakana: konsep penokohan perlu dikembangkan dan ditularkan kepada banyak orang (Indonesia). Saya berpikir konsep ini penting bagi generasi micin apalagi bagi kids Manggarai zaman now yang hidup di tengah budaya modern Manggarai yang belum sepenuhnya bisa melepaskan diri dari pasungan kultur tombo ata/pocu (gossip).
Beralih ke fenomena zaman now. Salah satu alasan mengapa saya menganggap konsep penokohan ini penting ialah: kesulitan manusia (baca: Manggarai) dalam menahan diri untuk tidak membicarakan hal negatif tentang orang lain. Di mana ada dua-tiga orang berkumpul, maka di situ ada nama orang lain. Yang lebih menjengkelkan: dewasa ini, ada begitu banyak orang yang dengan mudahnya menceritakan dan membawa banyak hal yang negatif tentang orang yang ia sebut sebagai teman. Bagaimana bisa dengan tega dan tahu dan mau, ia bercerita tentang segala keburukan seseorang yang ia sebut sebagai teman ketika orang tersebut tidak ada? Lalu di saat yang berbeda ia akan menceritakan tentang teman  yang lain kepada teman yang telah ia ceritakan namanya? Simpelnya begini kah teman: jadi si A, B, C dan D adalah teman. Si A punya hobi untuk bercerita tentang segala keburukannya si B kepada si C dan D ketika si B tidak ada. Lalu di lain waktu, si A akan bercerita tentang buruknya si C kepada si B dan D ketika si C tidak ada. Demikian pun selanjutnya. Iklim pertemanan macam ini? Yang saya tahu, konsep pertemanan tidak sebiadab itu e . . Saya diam-diam mulai berpikir, barangkali  ini sudah wujud nyata ungkapan Latin yang berbunyi homo homini lupus yang artinya teman makan teman.
Bentuk dan kebiasaan semacam ini banyak saya temukan di ruang kelas maupun ruang-ruang kerja. Bagaimana bisa orang seruang saling menceritakan sisi lemah teman mereka satu sama lain? Bagaimana bisa rekan sesama pegawai saling menceritakan keburukan rekan sesama pegawainya? Bagaimana bisa rekan sesama polisi menceritakan sifat buruk rekan seperjuangan dan seakademinya itu? Bagimana bisa rekan sesama guru saling menceritakan hal negatif tentang teman gurunya? Bukankah berteman berarti siap menerima segala hal tentang seseorang, baik itu lebih maupun kurangnya? Bukankah tiap kita terlahir dengan sisi lemahnya masing-masing? Jika memang kita adalah teman yang baik, ada baiknya kita berbicara empat mata dan memberikan masukan mengenai apa yang sebaiknya diubah dari teman kita, bukan malah menjadikannya sebagai bahan pocu.
Bodohnya, sejauh yang sama amati: konsep menceritakan maupun diceritakan umumnya terjadi pada suatu kelompok manusia yang sama, tidak peduli perempuan atau laki-laki. Kultur ini umumnya ada dalam  suatu lingkaran manusia yang tetap sama.  Maksud saya kah teman, orang yang diceritakan maupun orang yang menceritakan tetaplah mereka-mereka yang sama. Mereka Cuma secara bergilir berganti tempat: sebagai pelaku atau objek cerita. Jadi: siapa yang tidak hadir, maka dia yang akan dibicarakan. Kalalu hari ini si A tidak hadir maka B, C dan D akan mengupas tuntas si A. Kalau hari ini si B tidak hadir, maka si B, C dan D akan mengupas tuntas si B, begitupun seterusnya. Mereka hidup dalam lingkaran bodoh yang sama: sebagai pencerita atau sebagai orang yang diceritakan. Mereka hidup berdampigan sebagai kawan sekaligus sebagai lawan, tergantung sikon. What the f*ck, konsep pertemanan macam apa ini?
Nahh,, sekarang bisa mengerti kan?
Kurang lebih itulah alasan mengapa saya menyukai konsep penokohan yang saya dapat dari PMKRI. Saya sepakat bahwa konsep penokohan adalah sebuah proses untuk mempositifkan orang lain juga diri sendiri. Melalui aktifitas aktivitas menokohkan, kita telah mengangkat harkat dan martabat teman di hadapan orang lain serta mencitrakannya sebagai pribadi yang mulia seturut gambar dan citra Allah. . .*smile. Melalui proses dan aktivitas menokohan teman, sebetulnya secara tidak langsung kita telah mengangkat martabat diri sendiri sebagai pribadi yang positif di mata orang lain. Sampai pada titik ini kita bisa memahami bahwa kebiasaan untuk berpikir dan menanamkan konsep positif tentang orang lain akan menjadikan kita pribadi yang positif pula. Ketika diri kita dipenuhi oleh energi positif, maka besar kemungkinan: segala hal positif yang ada di alam semesta akan menghampiri kita. Sebaliknya, ketika kita menanamkan konsep negatif tentang orang lain, maka jiwa kita akan dipenuhi energi negatif. Keberadaan energi-energi negatif inilah yang kemudian akan mengundang segala energi negatif di alam semesta dan mempengaruhi kehidupan kita. Itu! Kurang lebih begitu konsep energi positif-negatif tentang kehidupan yang saya tahu dan saya percaya!
Daripada pusing, yang terpenting sekarang; marilah saling menokohkan!

Warning:
Maaf untuk nama oknum yang saya lampirkan tanpa izin. .

*Felixianus Usdialan Lagur, mahasiswa semester tidak enak program studi Pendidikan Bahasa Indonesia STKIP Santu Paulus Ruteng

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BAHASA MANGGARAI, DIMENSI KOSMOLOGIS DAN REDEFINISI DEFINISI BAHASA KBBI

(Sebuah Catatan Lepas Pebelajar Bahasa Indonesia) Felixianus Usdialan Lagur* PROLOG Demi TUHAN, saya juga tidak tahu apa yang saya tulis. Saya cuma berharap kiranya, pemilihan judul yang terbilang cirang dan legit semacam ini akan dapat dipahami setelah teman-teman selesai membaca tulisan ini. Sebetulnya saya sangat ingin membahasakan judulnya dalam bahasa yang sesederhana mungkin, tetapi saya tidak menemukan padanan kata yang cukup cocok untuk mewakili isi tulisan. Jadi mau tidak mau hajar kat tah. . . HAKIKAT BAHASA Bahasa, baik lisan, tulis maupun bahasa isyarat merupakan alat komunikasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahasa dikategorikan sebagai kata benda dan memiliki 2 definisi yakni: 1. Sistem lambang bunyi yg arbitrer, yg digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri; 2. percakapan (perkataan) yg baik; tingkah laku yg baik; sopan santun (KBBI offline versi 1.5.1). Beberapa definisi bahasa oleh pak...

Ni'ang

Kebahagiaan itu relatif. Setiap orang tentu mendefinisikan kebahagiaannya dengan caranya masing-masing. Saya tidak pernah membayangkan, ternyata menjadi orang tua membuat kami mendekonstruksi salah satu definisi bahagia kami. Seonggok tai ternyata bisa menggoncang arti kata bahagia dan menjadi sumber kebahagiaan yang tiada tara. Ceritanya, sudah 60-an jam putera kami Cino tidak BAB. Kami menduga, mungkin karena perubahan pola makan, berhubung sudah beberapa hari ia MPASI. Sebelumnya ia pernah mengalami hal yang sama, namun kali ini perasaan kami berbeda karena ia baru saja MPASI. Kami takut, jangan sampai kami memberinya pola makan yang salah. Jangan sampai tekstur dan komposisi makanan yang kami berikan tidak tepat. Pikiran kami kacau balau. Dalam sekejap, kehadiran tai di balik celana Cino menjelma menjadi kerinduan terbesar kami. Rasanya betapa rapuh kehidupan kami tanpa kehadirannya. Setiap jam, kami selalu meng- kuncur isi celana Cino untuk memastikan jangan-jangan ia sudah...

PAK POLISI, SETAN JALAN RAYA??

Tulisan ini terinspirasi dari sebuah pengalaman sederhana. Ceritanya berawal ketika di suatu siang saya mengendarakan sepeda motor ke kampus, seorang anak di kompleks saya bernyanyi dengan semangat dan penuh penghayatan. Saya pun tak sengaja menangkap sedikit penggalan lirik yang dinyanyikannya, kurang lebih seperti ini: “Pramuka, pramuka raja rimba. . Marinir, marinir raja laut. . Kopauss, kopasus raja di udara. . PAK POLISI, SETAN JALAN RAYA. .” Tentu mayoritas orang sangat mengenal lagu ini; dan bisa dibilang lagu ini merupakan salah satu lagu anak yang hampir-hampir tak lekang oleh zaman. Kita yang sewaktu kecil mengikuti kegiatan pramuka tentu akrab dengan lagu ini, kita pasti dapat menyanyikan tiap baris dan bait liriknya dengan baik; kalaupun tidak terlibat dalam kegiatan pramuka, saya yakin paling tidak kita pernah mendengarnya. Yang membuat saya merasa tertarik ialah   penggalan lirik pada bagian terakhir yang berbunyi “PAK POLISI, SETAN JALAN RAYA. .” ...