Jika
ditanya soal tempat paling kotor dan menjijikkan di kota Ruteng, saya dan
sebagian dari pembaca sepertinya (harus) sepakat bahwa pasar Inpres Ruteng
salah satunya. Pasar adalah sebuah ruang publik sekaligus sebagai salah satu
pusat kegiatan ekonomi. Pasar memegang peranan penting sebagai tempat warga
membeli kebutuhan pokoknya. Di sisi lain, pasar adalah sebuah surga kecil bagi
sebagian orang, karena di tempat ini tak sedikit orang mengais rejeki dan
beradu nasib baik sebagai penjual sayur, pedagang ikan, pedagang buah dan
beraneka profesi lainnya. Posisi Pasar Ruteng yang strategis tepat di jantung
kota, keramahan para pedagangnya, ketersediaan beraneka bahan kebutuhan pokok
warga dan tentunya harga barang yang bersahabat menjadikan pasar ini sebagai
tempat yang paling sering dikunjungi warga kota Ruteng.
Sebagai
salah satu pusat kegiatan ekonomi, arus hilir mudik warga entah sebagai pembeli
maupun penjual adalah sebuah arus yang tak terhindarkan. Tiap hari hampir pasti
ribuan orang datang silih berganti di tempat ini dengan modus dan tujuannya
masing-masing.
Keberadaan
pasar sebagai ruang publik mapupun
sebagai pusat kegiatan ekonomi
semestinya mampu memberikan kenyamanan semaksimal mungkin baik kepada penggunanya
maupun kepada siapa saja yang sesekali melintas di lokasi ini. Situasi dan kondisi pasar yang terjaga, baik
dari segi infrastruktur maupun dari segi kebersihan merupakan sebuah harga mati
demi terciptanya kenyamanan bertransaksi.
Sayangnya,
kondisi berbeda akan kita temukan pada pasar Inpres Ruteng. Dari pengamatan
penulis, penulis melihat pasar Inpres Ruteng belum mampu menyajikan pelayanan
yang maksimal, baik dari aspek infrastruktur maupun dari aspek kebersihan. Di
sekitar area pasar, banyak jalan yang berlubang dan rusak parah. Selain
menyangkut kenyamanan berkendara, di satu sisi kondisi ini menyebabkan moda
transportasi di sekitar area pasar Inpres Ruteng terhambat. Keberadaan lubang-lubang
ini menjadi biang kemacetan yang panjang. Kan kasihan para sopir dan ojek yang
harus menghabiskan banyak waktu di tempat ini padahal tuntutan “stor” dan
rejeki untuk anak istrinya tidak pernah menunggu.
Selain
itu, pada tiap jalanan berlubang ini terdapat genangan air akibat hujan maupun
akibat ulah pedagang sendiri. Genangan air tersebut menimbulkan bau yang menyengat
dan sangat mengganggu warga yang melintasinya. Kondisi lain dapat kita temukan
di kompleks penjualan ikan. Got-got di sekitar lokasi berjualan ikan dipenuhi
sampah. Kesadaran para penjual ikan juga sangat rendah; dengan tahu dan maunya
mereka membuang air sisa mencuci ikan pada ruas jalan. Aroma yang campur aduk
ini tentu melahirkan sensasi yang luar biasa uniknya. Mau tidak mau, suka tidak
suka para pedagang dan pembeli terpaksa harus terbiasa dengan aroma-aroma
semacam ini.
Hal
lain yang menjadi permasalahan ialah tumpukan sampah yang berserakan di
mana-mana. Biasanya tempat sampah yang
disediakan Dinas Kebersihan Kota diletakkan di pinggir jalan sebelah Barat
Pasar Inpres Ruteng, tapi pada pengamatan kali ini penulis tidak melihat adanya
tempat sampah tersebut. Situasi ini
memaksa pedagang maupun pembeli menjadikan ruas jalan sebagai tempat terakhir
mereka melepaskan sampah-sampahnya. Selain menjadi penyebab aroma tak sedap, tumpukan
sampah ini kemudian menjadi tempat yang nyaman bagi populasi lalat. Lalat-lalat
ini hilir mudik antara sayur, ikan, buah dan beraneka barang dagangan lainnya.
Tentu sebuah kondisi yang buruk untuk kesehatan. Karena situasi-situasi semacam
ini, kenyamanan pembelipun terganggu. Pembeli terpaksa menutup hidungnya sambil
berjingktak dan berjalan dengan hati-hati di jalanan yang becek dan kotor.
Penulis
lahir, tumbuh dan besar di lingkungan Kota Ruteng. Penulis mengenal dengan baik
lingkungan ini. Penulis tahu betul, situasi dan kondisi miris ini memang sudah
lama seperti ini. Anehnya meskipun kondisi ini sudah berlangsung begitu lama,
sampai sejauh ini belum ada tanda-tanda perubahan yang terlihat. Kondisi ini
sudah lama seperti ini (dan mungkin akan terus seperti ini). Pihak pengelolah
yang terkait sepertinya menutup mata dan hanya mau mengecap efek manis
keberadaaan pasar Ruteng.
Anehnya,
para pedagang juga sepertinya merasa biasa-biasa saja; seperti sedang tidak ada
sesuatu yang salah dengan lingkungan mereka. Penulis cuma bisa bisa menduga,
mungkin para pedagang tak tahu ke mana mereka mesti menyuarakannya. Atau
mungkin mereka terlanjur nyaman dengan kondisi ini; mungkin mereka sudah
terlanjur mengangggap hal ini sebagai sesuatu yang lumrah. Toh, sedari dulu memang sudah seperti itu.
Ini
hanyalah sedikit dari sekian banyak kondisi miris yang terlihat melalui
kacamata penulis. Tentunya jika kita membuka mata dan telinga dengan lebih
lebar pada keluh kesah para pedagang, akan ada lebih banyak lagi kondisi lain yang
mungkin belum tersampaikan.
Ini
adalah PR penting untuk kita semua; untuk pemerintah dan warga kota Ruteng.
Perbaikan infrastruktur jalan oleh pemerintah harus menjadi poin serius yang
semestinya secepat mungkin dibenahi. Kenyamanan warga dan kelancaran moda
transportasi adalah poin utama yang masih menjadi beban dan tugas dinas terkait.
Jangan sampai arus dan perputaran roda ekonomi menjadi terganggu hanya karena
persoalan remeh semacam jalan berlubang. Selain itu, got-got tempat pembuangan
air barangkali perlu dibenah dan diperhatikan lagi.
Beralih
pada persoalan sampah. Sedikit usulan, box sampah semestinya diperbanyak dan
diletakkan pada tiap sudut-sudut pasar. Mungkin saja posisi box yang jauh
membuat para pedagang maupun pembeli enggan membuang sampah pada tempat yang
semestinya. Di samping itu, sosialisasi tentang pentingnya kebersihan
sepertinya menjadi bagian penting yang sebaiknya dilaksanakan. Para pelaku
pasar khususnya para pedagang, sebaiknya diberikan pencerahan tentang situasi
dan kondisi yang sedang terjadi. Para pedagang (maupun para pengguna pasar
lainnya) semestinya membuka hati dan mata untuk situasi semacam ini. Terkadang
kobodohan mereka sendirilah yang memaksa mereka harus betah dengan kondisi
seperti ini. Selain itu, tak apalah bila sekali-sekali para pedagang (maupun
warga) diajak bekerja sama untuk membersihkan tempat ini. Toh, ini demi kenyamanan bersama.
Salam
Perubahan‼
(FP, edisi: Senin, 30 Mei 2016)
Komentar
Posting Komentar