Anda tentu tahu tempat
ini. Bagiku, terkadang ini lebih dari sekedar sebuah perapian. Bentuknya yang
sempit namun menghangatkan memang menjadikannya sebagai sebuah tempat yang baik
untuk bercengkeramah di pagi dan sore hari, apalagi di tengah nuansa pagi Kota
Ruteng yang membunuh. Ini sebuah tempat yang tepat untuk menyeka dingin sehabis
bersenyawa bersama dinginnya air Ruteng.
Sapo adalah sekeping kehangatan.
Di tempat ini aku biasa menghabiskan waktu untuk sekedar berbagi cerita dengan
Ibuku. Sambil menikmati tegukan demi tegukan kopi, kami menyulam cerita; menggali
kisah masa mudanya dulu, sejenak melawan lupa akan hari-hari mudanya yang
perlahan tergerus untaian waktu. Atau mungkin sesekali tentang lika-liku
perjalananku kini; perkuliahan dan kisah cintanya yang berantakan (hahahah.
. neka rabo, baper). Di tempat ini, ia
merangkap sebagai seorang Ibu, teman, sahabat sekaligus sebagai kekasih jiwa.
Nama dan bentuknya yang sederhana; sesederhana pemenggalan suku katanya yang
lugas memang telah mengukir berjuta cerita, nasihat, petuah dan hikmah.
Sosok Ibu:
Segala cerita tentang
kesehariannya berawal dari tempat sederhana ini. Tepat pukul 04.30 ketika
lonceng Katedral berbunyi, ia bangun dan langsung merapat ke tempat ini;
menyiapkan sarapan untuk kami anak-anaknya. Ia begitu setia dengan tugas dan
pekerjaannya; sebuah siklus dan fase yang sama yang tlah lama diembannya sejak
pernikahannya dua puluhan tahun silam.
Sapo, selain sebagai
sebuah kehangatan; juga merupakan sebuah catatan tentang waktu yang berjalan
lambat. Di tempat ini semua seperti terasa santai, waktu seperti berjalan
perlahan; tak ada alur tentang huru-hara, tak ada adegan tentang hiruk pikuk.
Hanya kedamaian; hening, bening, tenang dan teduh.
Entahlah, tanpa tempat
semacam ini mungkin aku tidak akan pernah bisa menghabiskan waktu dalam nuansa
yang seakrab ini bersama seorang Ibu. Peradaban manusia memang telah menggiring
dan mengubah waktu menjadi sesuatu yang sempit hingga terkesan mahal. Kita
kemudian bertarung dengan keabadian waktu lalu mesti kalah dan kehilangan waktu
untuk orang-orang yang semestinya mendapatkannya.
Di tempat ini, aku menemukan dunia; sebuah ruang dan waktu yang nyaris hilang.
Di tempat ini, aku menemukan dunia; sebuah ruang dan waktu yang nyaris hilang.
I just wanna say:
Thanks SAPO‼
*sebuah perapian dalam konteks budaya
masyarakat Manggarai
Komentar
Posting Komentar